SOLOPOS.COM - Ilustrasi perumahan (JIBI/Dok)

Perumahan Jogja untuk harga belum terjangkau dengan penghasilan masyarakat menengah ke bawah.

Harianjogja.com, JOGJA- Memiliki rumah, sudah pasti menjadi impian setiap orang. Namun, seringkali orang mengurungkan niatnya untuk membeli rumah karena pemasukan yang kecil.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Di DIY misalnya, dengan upah minimum regional (UMR) Rp1,2 juta rasanya cukup sulit untuk mampu membeli rumah? dalam hitungan tahun. Bagi yang memiliki kemampuan materi yang cukup, hal itu tidak menjadi masalah. Namun, berbeda jika hanya mengandalkan gaji UMR. Butuh lebih dari 15 tahun untuk mampu melunasi cicilan rumah yang diinginkan. Itupun dengan tipe rumah yang sederhana dengan lokasi yang cukup jauh dari kota.

?Harga jual rumah Perumnas Cabang Jogja misalnya, paling murah, tipe 27, harganya sebesar Rp109 jutaan. Dengan uang muka rumah sebesar 10% atau Rp10,9 juta, cicilan perbulan untuk durasi selama 10 tahun sebesar Rp1 jutaan. Sementara, untuk cicilan selama 15 tahun, dana yang harus disiapkan rata-rata Rp787.600 per bulan. Kondisi tersebut membuat orang terpaksa mengurungkan niatnya untuk membeli rumah dan lebih memilih menyewa kos-kosan.

Seperti yang diakui Yulianto, warga Mudal, Ngaglik, Sleman. Pegawai swasta di salah satu toko ritel di Jogja itu mengatakan, memiliki rumah ibarat mimpi saja. Sebab, keinginan memiliki rumah terbentur oleh gaji yang diterimanya setiap bulan.

“Kalau gaji saya Rp1,2 juta, sisa sekitar Rp400.000 saja. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jelas tidak cukup,” keluh Yulianto, kepada Harianjogja.com, Senin (21/9/2015).

Lalu bagaimana solusi membeli rumah dengan gaji yang terbilang tidak terlalu besar? Cukup sulit menentukannya. Sebab, untuk mengambil kredit kepemilikan rumah (KPR) lewat perbankan memberikan syarat minimal ?berpenghasilan sekian juta perbulan.

Terbatas
Untuk program rumah murah Bank Tabungan Negara (BTN) Jogja misalnya, lebih menitikberatkan pada pegawai negeri sipil (PNS) dengan penghasilan maksimal Rp4 juta. Termasuk, pegawai swasta peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang bisa memberikan ?pinjaman uang muka hingga Rp30 juta.

“Sebenarnya, alokasi dana untuk program rumah murah sebesar Rp21 miliar dengan target antara 200-300 unitnya. Namun, lahan yang disediakan untuk program ini dengan harga rumah Rp110 juta sangat terbatas?,” ujar Kepala BTN Cabang Jogja Ahmad Fatoni di kantornya.

?Upah yang minim dan lahan yang terbatas untuk rumah murah menjadi batu sandungan bagi masyarakat untuk memiliki rumah. Begitu juga dengan jumlah pengembang yang menggarap rumah murah di DIY. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Berdasarkan data Real Estate Indonesia (REI) DIY, dari 110 pengembang yang bergabung hanya ada beberapa pengembang yang menyediakan rumah murah. “Hanya sekitar 10-15 persen saja yang menggarap rumah murah, di bawah Rp300 juta. Sisanya rumah komersial di atas Rp300 juta,” ujar Ketua DPD REI DIY Nur Andi Wijaya.

?Padahal, sambung Andi, untuk mendapatkan rumah seharga Rp300 jutaan, dibutuhkan gaji minimal antara Rp7-8 juta dengan uang muka sekitar Rp100 juta. “Kalau melalui KPR, DP sepertiganya dari gaji. Setidaknya butuh gaji di atas Rp5 juta dengan angsuran sekitar Rp3 juta perbulan. Di Jogja, gaji pegawai sebesar itu sangat jarang?. Makanya, pembeli properti di Jogja paling banyak memang dari luar DIY,” kata Andi.

Diakuinya, konsumen terbesar ?bisnis properti di DIY notabene nya berasal dari sektor perkebunan dan pertambangan. Namun, selama 2015 kedua komoditas ekspor tersebut mengalami penurunan. “Penurunan ekspor pertambangan dan perkebunan juga berimbas pada bisnis properti di DIY. Turun sekitar 40 persen,” terang Andi.

Andi mengusulkan agar masyarakat yang ingin memiliki rumah merencanakan tabungan perumahan. Langkah tersebut dilakukan agar keinginan memiliki rumah sendiri bisa terwujud. Intinya, kata Andi, perencanaan keuangan perlu dirancang dan menjadi kunci masyarakat memiliki rumah.

“Meski ada program rumah murah dengan uang muka yang kecil, namun bagi masyarakat berpenghasilan rendah, cicilan yang dibebankan tetap saja berat. Kalau masyarakat punya tabungan perumahan, hal itu akan mengurangi beban cicilan setiap bulan,” ujar Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya