Jogja
Jumat, 10 April 2015 - 01:20 WIB

PERUMAHAN RAKYAT : Apa Plus Minus Rumah Susun?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi rusunawa (JIBI/Solopos/Dok.)

Perumahan rakyat yang dibangun secara susun memiliki sisi positif dan negatif.

Harianjogja.com, JOGJA-Saat ini, Pemerintah Kota Jogja tengah mengajukan Peraturan Walikota (Perwal), yakni Perwal No. 8/ 2015 tentang Pengesahan Akta Pemisahan Rusun dan Perwal Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perhimpunan dan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun (Rusun) menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Advertisement

Kendati demikian, Kabid Permukiman dan Saluran Air Limbah Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Jogja Hendra Tantular menuturkan perlu ada aturan jelas mengenai segmentasi pasar rusun. Sebab, dikhawatirkan keberadaan rusun justru mempertinggi kesenjangan sosial di masyarakat. Pasalnya, pengelolaan rusun maupun apartemen diserahkan kepada swasta.

“Harganya pun diserahkan kepada pasar, jadi dikhawatirkan masyarakat berpenghasilan rendah justru tidak bisa menikmati, apalagi jika ternyata yang membeli justru orang-orang dari luar Jogja,” paparnya.

Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY Nur Andi Wijayanto mengungkapkan Perwal Rusun menjadi salah satu langkah lebih maju dalam mengatasi kepadatan permukiman di Jogja.

Advertisement

“Sebenarnya kami minta peraturan dalam bentuk perda, memang tidak mudah, tetapi perwal bisa jadi tahap awal,” tuturnya.

Dijabarkannya, secara nasional kebutuhan rumah mencapai 15 juta unit, sementara kebutuhan rumah di DIY sekitar 100.000 unit. Ia menilai, hunian vertikal dapat menjadi solusi di Jogja sebab luas kota tersebut hanya 20 kilometer persegi dengan jumlah warga mencapai satu juta jiwa.

Ia menargetkan, dalam kurun waktu lima smapai 10 tahun mendatang rusun sudah dapat menjadi budaya di masyarakat. Ia tidak menampik jika sosialisasi ke masyarakat memang tidak mudah, apalagi masyarakat masih berorientasi pada rumah tinggal yang menginjak tanah.

Advertisement

“Mengenalkan rusun menjadi semacam mengenalkan budaya baru,” imbuhnya.

Terkait kemungkinan kesenjangan sosial yang muncul akibat keberadaan rusun, Nur mengatakan hal itu dapat diatasi jika aturan yang ada jelas. Ia mencontohkan, pembangunan apartemen di DKI Jakarta harus menyediakan setidaknya 20% untuk unit tempat tinggal bagi masyarakat berpengehasilan rendah.

“Segmentasi pasar juga harus dijelaskan secara detail dalam peraturan yang dibuat,” tandasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif