SOLOPOS.COM - Kadus Ganasari Banjarasri Kalibawang, Mardani menunjukkan lahan pertanian di wilayahnya yang tertimbun pasir lahar dingin dan hingga kini belum bisa ditanami lagi. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Kadus Ganasari Banjarasri Kalibawang, Mardani menunjukkan lahan pertanian di wilayahnya yang tertimbun pasir lahar dingin dan hingga kini belum bisa ditanami lagi. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

KULONPROGO—Lahan bekas banjir lahar dingin di tepi Kali Progo Desa Banjarasri Kalibawang hendak ditanami tebu, namun petani setempat menolaknya dengan berbagai alasan. Mereka berharap ada bantuan saluran irigasi untuk memulihkan lahan pertanian tersebut.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Ketua Gapoktan Asri Lestari Desa Banjarasri, Nugroho Eko Santoso mengungkapkan ada rencana penanaman tebu di lahan bekas banjir lahar dingin Kali Progo di empat dusun, yakni Ganasari, Kisik, Paras dan Kepiton. Penanaman akan dilakukan investor sebuah pabrik gula di DIY. “Tapi tidak tercapai kesepakatan antara investor dengan warga,” katanya, Senin (27/8).

Kadus Ganasari, Mardani membenarkan belum lama ini telah diadakan sosialisasi dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan tentang rencana penanaman tebu tersebut. Namun, petani pemilik lahan meminta agar investor bersedia membangun saluran irigasi permanen untuk mengairi sawah di kawasan tersebut.

Akibat banjir lahar dingin Merapi lalu, saluran irigasi yang ada telah rusak dan hilang tertimbun pasir. Akibatnya, sawah tidak teraliri air, sehingga tidak bisa diolah. Dari permintaan itu, lanjutnya, pihak investor keberatan membangun saluran permanen. “Mereka hanya bersedia membuat saluran tanah. Petani tidak mau dan memilih menolak tanaman tebu,” tambah Mardani.

Selain alasan irigasi, petani juga mempertimbangkan alasan ternak mereka, yang membutuhkan pakan hijauan dari sawah. Saat ini, ia mengungkapkan, hampir semua petani di wilayah itu memiliki ternak baik sapi maupun kambing. Ternak itu setiap harinya diberi makan hijauan berupa rumput kolonjono yang diambil dari sawah.

Petani biasa menanam kolonjono di pematang sawah, sedangkan tengah sawah ditanami padi maupun palawija. “Jika nantinya ditanami tebu, maka petani tidak bisa menanam kolonjono. Mereka akan repot mencari rumput untuk ternak mereka,” jelas Mardani.

Ia menambahkan, di wilayah Dusun Ganasari, lahan pertanian yang terkena dampak banjir lahar dingin mencapai 30 hektare. Saat ini, lahan tersebut berupa hamparan pasir yang tidak bisa ditanami. Sejumlah petani telah mencoba menanam padi, ketela jagung dan lainnya, namun gagal panen karena tidak ada air irigasi dan tanaman sulit tumbuh di lahan pasir.

Petani setempat, Tejo, mengatakan saluran irigasi menjadi kebutuhan utama lahan pertanian di wilayah itu. Semula, kawasan tersebut berupa sawah produktif yang terdapat tanaman kelapa, rambutan serta sawah padi dan palawija. “Sekarang tanaman kelapa dan rambutan mati. Mau tanam padi atau palawija tidak bisa tumbuh. Kami butuh saluran irigasi,” jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya