SOLOPOS.COM - Ilustrasi money politics atau politik uang (JIB/Harian Jogja/Dok.)

Pilkada Bantul beredar isu politik uang.

Harianjogja.com, BANTUL– Pengisian posisi pamong desa, khususnya dukuh di Bantul yang saat ini kosong, dinilai rentan dengan politik uang. Pasalnya pengisian posisi dukuh dengan syarat dukungan sejumlah KTP warga.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Terlebih lagi, satu KTP warga dapat memberikan dukungan kepada lebih dari satu calon dukuh. Kebijakan ini dapat memicu jual beli KTP warga.

Ketua Paguyuban Dukuh (Pandu) Bantul yang juga Dukuh Cangkring, Desa Sumberagung, Kecamatan Jetis, Sulistyo Atmojo mengatakan, peraturan ini menjadi susah diterima bagi calon yang berasal dari kecamatan yang penduduknya sedikit dan harus disamakan 50 dukungan KTP warga. Hal itu dinilai dapat membatasi kesempatan seseorang di daerah tertentu untuk maju menjadi dukuh, mengingat jumlah penduduk ditiap wilayah berbeda.

“Saya kecewa dengan adanya aturan satu KTP warga bisa digunakan untuk mendukung lebih dari satu calon dukuh. Dengan demikian praktek jual beli KTP sangat rawan terjadi,” katanya, Jumat (24/6/2016).

Ia mencontohkan wilayah kecamatan Banguntapan mendapat dukungan 50 KTP meski orangnya berbeda semua itu mudah, sedangkan untuk kecamatan lain seperti Dlingo pasti sangat susah.

“Kalau di Dlingo warganya satu pedukuhan hanya sekitar 100 Kepala Keluarga, jadinya kesempatan calon di sana akan terbatasi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya