SOLOPOS.COM - Ilustrasi pencermatan data pemilih (JIBI/Solopos/Dok)

Pilkada Bantul sempat tercoreng dengan adanya kasus pemalsuan dokumen, namun kasus tersebut lolos dari jerat pidana

Harianjogja.com, BANTUL- Kasus pemalsuan dokumen data pemilih di Kecamatan Kasihan yang melibatkan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) lolos dari jerat pidana. Pemalsuan data dinilai telah mencederai proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Bantul.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Bantul Divisi Penanganan Pelanggaran, Harlina menyatakan, aparat kepolisian dan kejaksaan yang menangani pemalsuan data tersebut mengklaim, kasus itu tidak dapat diseret ke ranah pidana.

Sejumlah alasan yang diungkapkan penegak hukum antara lain, karena tidak cukup bukti yang menguatkan telah terjadi pelanggaran pidana. Penegak hukum juga menganggap tidak ada niat jahat dari pelaku yang memalsukan dokumen.

“Mereka menganggap hanya pelanggaran administratif. Ada juga disebut, karena dokumen yang dipalsukan hanya formulir bukan surat jadi tidak bisa dibawa ke pidana,” terang Harlina, Kamis (27/8/2015).

Kepolisian dan kejaksaan beserta Panwaslu merupakan unsur dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang bertugas menindaklanjuti laporan dugaan pidana terkait pelaksanaan Pilkada. Kasus pemalsuan dokumen data pemilih kata Harlina telah diteruskan ke Gakumdu sejak awal pekan ini, namun hasilnya di luar dugaan Panwaslu.

“Kalau kami hanya membawa ke forum Gakumdu, lalu jaksa dan polisi yang membedah pasal pidananya. Tapi ternyata mereka beranggapan lain,” papar dia.

Padahal awalnya, Panwaslu yakin kasus ini merupakan tindak pidana. Sebab Pasal 177, 179 dan 181 Undang-undang No.8/2015 tentang Pemilu menyatakan, pemalsuan dokumen itu mengarah ke tindak pidana. “Saya juga heran, mengapa penegak hukum justru menganggap bukan pidana,” paparnya.

Alhasil kata dia, kasus tersebut tidak dapat diteruskan ke penyidikan dan pengadilan. Kendati demikian, Panwaslu tetap mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjatuhkan sanksi administratif terhadap oknum PPDP yang juga seorang guru itu. Sebab, kejadian ini dianggap telah mencederai proses Pilkada di Bantul.

“Kami dari awal selalu menekankan proses Pilkada ini harus benar, jujur dan adil. Tapi justru dinodai oleh kejadian semacam ini, yang penting itu prosesnya soal hasilnya kami tidak punya kepentingan siapapun yang menang,” tegas Harlina.

Kendati polisi dan jaksa menganggap pemalsuan dokumen itu bukan pidana, namun kejadian ini menurutnya berdampak buruk. Ke depan, masyarakat akan menganggap, memalsukan dokumen data pemilih adalah hal biasa sehingga boleh dilakukan.

Selain itu, pemalsuan dokumen data pemilih dapat menjadi celah pihak-pihak tertentu menggelembungkan atau justru mengurangi suara pemilih di wilayah tertentu untuk keuntungan salah satu calon bupati yang bertarung.

Ketua KPU Bantul Muhamad Johan Komara menyatakan, menunggu hasil kajian hukum Gakumdu serta rekomendasi KPU untuk menindaklanjuti kasus ini. “Kami tunggu saja kajian Panwaslu,” kata Johan singkat.

Sementara kepolisian Bantul yang turut menangani kasus ini belum bisa dikonfirmasi hingga berita ini diturunkan.

Diberitakan sebelumnya, oknum PPDP berinisial SBS yang bertugas mencocokan dan meneliti (coklit)data pemilih Pilkada di Perum Kasongan Permai, Bangunjiwo, Kasihan memalsukan 15 tanda tangan pemilih yang dianggap mewakili 15 keluarga.

Sebanyak 15 keluarga itu seolah-olah telah diteliti dan diperbaharui jumlah pemilihnya oleh PPDP yang merupakan kepanjangan tangan KPU. Padahal tugas yang dibiayai negara tersebut tidak dilakukan. Coklit berguna untuk memutakhirkan data pemilih yang meninggal dunia maupun bertambah karena telah mencapai usia 17 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya