SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang suap. (JIBI/Madiunpos.com/Dok.)

Politik uang semakin rawan jelang hari pemungutan suara.

Harianjogja.com, JOGJA-Panitia Pengawas Kota Jogja mewaspadai kerawanan terjadinya politik uang atau politik transaksi menjelang pemungutan suara di beberapa wilayah, terutama di wilayah pinggiran dengan tingkat kesejahteraan kurang.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

“Berdasarkan pengalaman di wilayah-wilayah yang cenderung banyak masyarakat dengan tingkat kesejahteraan kurang akan cenderung membuka diri pada politik transaksional,” kata Anggota Panwas Kota Jogja, Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga, Iwan Ferdian, seusai menghadiri pelepasan logisti di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Jogja, Seni (13/2/2017).

Iwan mengatakan politik uang semakin rawan jelang hari pemungutan suara, dengan berbagai modus, mulai dari undangan pertemuan warga hingga mobilisasi massa. Pihaknya sudah mengantisipasi dengan memberikan perhatian penuh dalam pengawasan di sekitar tempat pemungutan suara (TPS) yang rawan politik uang tersebut.

Dalam catatan Panwas Kota Jogja, ada 66 TPS yang masuk katagori rawan politik uang. Rinciannya lima TPS di Tegalrejo, lima TPS di Gondokusuman, 8 TPS di Danurejan, 6 TPS di Gedongtengen, 11 TPS di Wirobrajan, 11 TPS di Mantrijeron, 10 TPS di Kraton, 8 TPS di Umbulharjo, dan Pakualaman dan Mergangsan, masing-masing satu TPS.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Muhammad Najib mengatakan semua pengawas pilwalkot Jogja dan pilbup Kulonprogo lebih difokuskan pada TPS-TPS rawan. Tidak hanya politik uang, namun juga di TPS yang rawan dari sisi akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih, rawan keterlibatan penyelenggara, rawah terhadap ketaatan dan kepatuhan terhadap tata cara pemungutan suara, dan rawan ketersediaan perlengkapan pemungutan suara.

Pihaknya meminta semua pengawas TPS melaporkan semua kejadian khusus di sekitar TPS yang diawasi. Najib juga berharap relawan pengawas menjadi perhatian di TPS-TPS rawan.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hifdzil Alim mengatakan politik uang tidak hanya diartikan dalam bentuk uang cash. Namun juga pemberian barang, janji, dan iming-iming fasilitas lainnya. Terlebih di detik-detik menjelang pemungutan suara akan semakin rawan. Sehingga pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan pengawas pemilu dan kepolisian.

“Dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk berani menolak dan melapor kepada aparat jika menemukan politik uang,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya