SOLOPOS.COM - Alat Peraga Kampanye (APK) salah satu paslon dirusak dengan senjata tajam di kawasan Desa Banaran, Galur, Selasa (15/11). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Pilkada Kulonprogo diwarnai pencopotan spanduk penolakan politik uang, apa alasannya?

Harianjogja.com, KULONPROGO-Warga Dusun Dobangsan, Desa Giripeni, Wates, Kulonprogo merasa tidak terima dengan adanya pencopotan spanduk berisi imbauan melawan praktek politik uang. Di sisi lain, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kulonprogo menganggap bahasa yang digunakan tidak tepat dan cenderung provokatif.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Sebanyak empat spanduk dipasang warga Dobangsan di sekitar lingkungan tersebut pada Selasa (24/1/2017). Mereka lalu geger karena spanduk itu sudah tidak ada pada Rabu (25/1/2017) pagi. “Saya lihat jam setengah sembilan sudah tidak ada,” kata seorang warga Dobangsan, Sunardi.

Sunardi mengaku tidak tahu alasan pencopotan spanduk. Dia pun berupaya melakukan konfirmasi setelah mendapatkan informasi jika ada warga lain melihat orang berseragam ala petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kulonprogo yang menurunkan spanduk.

Namun, petugas Satpol PP Kulonprogo yang siaga di kantor juga tidak bisa memberikan jawaban. Dia malah diminta menunggu hingga tim selesai melaksanakan operasi penertiban hari itu. Namun, dia sempat menerima sedikit penjelasan jika penertiban biasanya atas rekomendasi Panwaslu Kulonprogo.

Sunardi memaparkan, warga memasang spanduk sebagai bentuk penolakan terhadap praktek politik uang dalam Pilkada 2017. Kalimat yang tercantum ditulis dalam bahasa Jawa, misalnya “tampani duite, rasah wonge, ben kapok” [terima uangnya, tidak usah orangnya, biar kapok] dan “amplope tomponen, ojo mbok pilih wonge” [amplopnya terima, jangan dipilih orangnya].

Terdapat pula pesan “ora butuh duit amplopanmu. Kuloprogo ora tak dol. Mesakne anak putuku” [tidak butuh uang amplopanmu. Kulonprogo tidak saya jual. Kasihan anak cucuku].

Menurut Sunardi, praktek politik uang memang sempat diketahui banyak terjadi di Dobangsan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 lalu. Hal serupa memang belum ditemukan pada Pilkada 2017. Spanduk yang dipasang setidaknya diharapkan bisa mengingatkan masyarakat agar bersama-sama mewujudkan Pilkada 2017 yang bersih, jujur, dan tidak perlu ada politik uang.

Sunardi pun menyayangkan karena tidak ada pemberitahuan atau peringatan sebelum pencopotan spanduk. “Padahal itu ajakan untuk anti money politic, bukan untuk menyinggung paslon tertentu,” ujar dia.

Sementara itu, Ketua Panwaslu Kulonprogo, Tamyus Rochman membenarkan jika pihaknya merekomendasikan pencopotan spanduk di Dobangsan. Menurutnya, bahasa yang digunakan tidak tepat meski tujuannya baik. Kata-kata yang dipilih seakan menyuruh orang melakukan tindakan pidana dengan membiarkan adanya politik uang.

“Kesannya menerima itu boleh. Padahal sesuai Undang-undang No.10/2016 pasal 187A, memberi dan menerima itu sama-sama dilarang,” ungkap Tamyus.

Tamyus berharap bisa bertemu dengan warga yang memasang spanduk-spanduk tersebut. Dia ingin mengetahui motif dibalik pemasangan spanduk yang dinilai justru bisa meresahkan masyarakat. Dia berpendapat, warga bersangkutan bisa jadi belum memahami aturan soal politik uang secara menyeluruh.

“Kalau karena tidak mengetahui, nanti ada pembinaan biar tidak memasang lagi atau diganti dengan bahasa lain yang lebih pas,” ucap dia kemudian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya