SOLOPOS.COM - Dua Calon Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu dan Sri Purnomo menunjukkan surat kesapakatan yang telah ditandatangani, Rabu (2/12/2015). (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Pilkada Sleman diikuti dua pasang calon, yang tidak sepaham tentang FKUB

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Dua kandidat Calon Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu dan Sri Purnomo (SP), semakin menunjukkan ketidaksepahaman cara pandang.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Soal Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB), keduanya memiliki cara pandang yang berbeda. SP terlihat pro FKUB sementara Yuni terlihat kontra dengan keberadaan organisasi itu.

Hal tersebut mereka tunjukkan saat hadir dalam Dialog Kebangsaan di Kampus FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Babarsari, Rabu (2/12/2015). Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) sebagai salah satu penyelenggara dialog, membuka sesi dengan menampilkan beberapa kasus intoleran di Sleman. Mulai kasus penyerangan gereja Kristen GPDI di Pangukan Sleman, penyerangan ibadah rosario di Perum STIE Ngaglik, penutupan GKI Palagan hingga penyerangan terhadap pesantren Rausyan Fikr.

Sri Purnomo melihat di tengah kasus-kasus tersebut dibutuhkan peran Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM). Kedua organisasi di Sleman itu ia klaim mampu menghadapi dan mengatasi problematika intoleran.

Untuk proses pembangunan gereja, FKUB juga memberi kontribusi besar dalam perizinan. “Kalau sudah ditandatangani FKUB di tingkat kecamatan maupun kabupaten, serta Kemenag, bupati tidak bisa untuk tidak tanda tangan maka FKUB ini sangat berperan,” kata dia.

Yuni Satia berkomentar. Menurutnya masalah intoleran tidak bisa hanya mengandalkan FKUB dan FKDM. Meski gesekan antaragama bisa terjadi setiap saat, pemerintah lah yang harus berperan aktif. “Gesekan itu terjadi ketika pemerintah tidak berperan aktif,” ungkapnya.

Jika terpilih nanti, ia akan mengutamakan pertemuan informal daripada formal. Bagi dia pertemuan informal akan lebih penting dalam rangka mewujudkan diskusi yang mendalam dan mampu menyerap aspirasi warga di akar rumput. “Kalau formal, permasalahan itu tidak akan muncul,” ungkapnya.

Usai melakukan dialog, keduanya menandatangani surat kesepakatan bermaterai. Surat tersebut berisi upaya-upaya mengantisipasi adanya tindak intoleransi di Kabupaten Sleman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya