SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pilkada Sleman yang baru saja mendapatkan lampu hijau, menuai tanggapan dari salah satu pasangan calon

Harianjogja.com, SLEMAN-Angin segar yang dirasakan pasangan calon (paslon) nomor urut dua, Sri Purnomo-Sri Muslimatun (Santun), tak dirasakan demikian oleh lawannya, Yuni Satia Rahayu-Danang Wicaksana. Pasangan nomor urut satu ini justru melihat KPU tidak konsisten dengan Peraturan KPU (PKPU) NO.12/2015 yang sebelumnya diterbitkan.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

PKPU mengatur, calon dari TNI, Polri, PNS, anggota DPR, DPRD, DPD, BUMN maupun BUMD wajib menyerahkan surat pemberhentian dari jabatannya maksimal 60 hari setelah ditetapkan sebagai calon bupati-wakil bupati. Namun karena unsur politis, Sri Muslimatun yang sebelumnya menjabat anggota DPRD Sleman, tak mampu memenuhi persyaratan.

KPU RI melihat, kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Sleman. Untuk menyelamatkan pilkada maka pada Rabu (21/10/2015) malam, KPU RI menurunkan SE No. 706/KPU/X/2015.

SE berisi, calon yang telah beriktikad baik menunjukkan surat pernyataan pengunduran diri kepada pejabat berwenang dan tanda bukti bahwa surat tersebut telah diterima, namun terkendala pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan SK Pemberhentian yang berada di luar kemampuan calon, maka calon yang bersangkutan dinyatakan memenuhi syarat.

“Dengan turunnya SE yang menganulir ketentuan Pasal 68 PKPU No.12/2015, berarti KPU inkonstitusional sebagai penyelenggara pilkada karena telah inkonsisten terhadap peraturan yang dibuatnya,” tegas Danang Wicaksana pada Harian Jogja, Jumat (23/10/2015).

Yuni Satia juga menilai sama. Lebih spesifik ia menyebut makna ‘iktikad baik’ tidak relevan diterapkan di Sleman. Iktikad baik tidak semata dilihat dari surat permohonan pemberhentian yang telah dilayangkan ke pejabat yang berwenang namun harus dilihat dari proses menjadi pasangan calon.

Menurutnya KPU perlu melihat bagaimana proses Sri Purnomo mencari pasangan untuk maju pilkada. “Bagaimana mungkin kalau SP [Sri Purnomo] bertindak baik kalau wakilnya diambil dari PDIP. Artinya itu memecah belah PDIP dan pasti tidak beriktikad baik dan tidak santun,” tegasnya.

Dengan turunnya SE tersebut, Yuni melihat KPU telah cuci tangan atas dinamika pilkada di Sleman. SE yang diturunkan sifatnya tidak mengikat namun bagaimana bisa keberadaannya mengalahkan aturan KPU. “KPU ini maunya apa? Kok bisa SE jadi patokan untuk mengabaikan peraturan KPU yang telah dibuat,” keluhnya.

Dengan tegas, KPU Sleman, Ahmad Shidqi, menjelaskan bahwa SE merupakan hasil otoritas tiga kelembagaan pemilu tertinggi nasional. KPU RI, Bawaslu RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah mencari formula menyelamatkan calon yang terganjal karena kepentingan politik.

“SE disusun hasil pembahasan tiga lembaga tertinggi kepemiluan sehingga tidak ada yang pelu menanyakan kekuatan hukumnya,” jelasnya.

Sementara itu, Sri Muslimatun sudah menyerahkan sepenuhnya pada tim. Ia yakin suatu saat nanti SK Pemberhentian dirinya di DPRD pasti keluar. “Tidak mungkin PDIP akan rela mengosongkan kursi di DPRD. Pasti akan melakukan PAW,” ujar dia melalui sambungan telepon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya