Jogja
Kamis, 16 Juli 2015 - 02:20 WIB

PILKADA SLEMAN : Maskot Pilkada Sleman Akhirnya Dicabut

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang perempuan berdiri di samping maskot Pakde Slemi yang terpasang di spanduk dan baliho. Maskot ini akan dipotong karena menuai protes dari pemerhati gender. (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Pilkada Sleman untuk maskot yang menjadi perdebatan akhirnya dicabut.

Harianjogja.com, SLEMAN-Maskot Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Sleman akhirnya dicabut. Setelah mendapat protes dari aktivis gender beberapa waktu lalu, maskot burung punglor khas Sleman yang diberi nama Pakde Slemi ini sepakat untuk tidak digunakan.

Advertisement

“Kami sudah memutuskan mencabut maskot dan tidak menggunakannya dalam bahan maupun alat sosialisasi,” kata Kepala Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sleman, Ahmad Shidqi, Selasa (14/7/2015).

Seluruh alat sosialisasi yang telah dicetak pun harus diubah. Shidqi mengatakan jika KPU harus mengganti dan mengadakan alat sosialisasi dengan maskot baru, justru akan menghabiskan biaya dan waktu. Mengingat tahapan Pilkada sudah berjalan, termasuk sosialisasi.

KPU hanya dapat menghilangkan gambar maskot Pakde Slemi dengan memotongnya. “Spanduk yang ada gambarnya [Pakde Slemi] kami potong. Gambar maskotnya ada di pojok,” jelasnya.

Advertisement

Menurutnya, permasalahan maskot bukan isu yang substansial sebab maskot hanya alat bantu sosialisasi. Yang terpenting dalam Pilkada adalah sosialisasi dan partisipasi pemilih. Karena alat sosialisasi menyebabkan masalah bagi beberapa kelompok maka diputuskan untuk dihilangkan dan tidak menggunakannya lagi. Ia ingin agar masalah maskot tidak menimbulkan polemik yang mengakibatkan sunstansi pilkada yang sebenarnya hilang.

Pencabutan maskot Pakde Slemi juga merupakan instruksi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU DIY. “KPU [Sleman] dapat surat dari Bawaslu dan KPU DIY untuk tidak menggunakan maskot itu,” tutur Shidqi.

Sebelumnya, maskot Pakde Slemi menuai protes dari aktivis perempuan. Puluhan perempuan dari organisasi Narasita dan Aliansi Perempuan Sleman untuk Kebijakan Responsif Gender itu mendatangi kantor KPU pada 24 Juni untuk menyampaikan protesnya.

Advertisement

Pada intinya, mereka menilai maskot burung bersorjan itu bias gender. Menurut ketua Narasita Renny Anggriana Frahesty, burung Punglor yang didesain menggunakan sorjan lurik, blangkon, jarit, dan dilengkapi nama Pakde Slemi (Sleman Memilih) itu bias gender. Ia menganggap atribut yang dipasangkan berkonotasi pada laki-laki. Bahkan mereka berpikir, maskot ini mengarah pada pemilih laki-laki dan memilih laki-laki.

“Ada indikasi ketidaknetralan penyelenggara dalam Pilkada di Sleman. Panitia Pengawas Pemilu tidak bekerja dengan baik karena telah membiarkan maskot dilaunching,” jelasnya. Atas keberatannya itu, Narasita mendesak KPU Sleman segera mencabut dan membatalkan kebijakan terkait maskot. KPU Sleman juga harus memperhatikan partisipasi masyarakat perempuan dan laki-laki untuk memilih dan dipilih. Tuntutan lainnya, Panwaslu diminta bekerja cermat dalam pengawasan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif