KULONPROGO—Gelar akademis serta visi-misi dan program kerja yang disusun rapi dinilai bukan jaminan untuk memenangi pemilihan kepala desa (pilkades). Faktor kedekatan lebih memainkan peran.
Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda
Kepada Harian Jogja, belum lama ini, pengamat politik lokal dari STPMD “APMD”, Gregorius Sahdan mengatakan, pilkades memiliki
karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan pilkada bupati, gubernur bahkan pilpres.
”Kalau pilkada dan pilpres, orang lebih melihat sisi intelektualitas dan itu memang ciri pemilih rasional. Tapi untuk pilkades beda, karena lebih memilih kandidat yang dekat dengan konstituen,” ungkapnya.
Ia mencontohkan dalam Pilkades Krembangan, Panjatan yang merupakan pilkades pertama tahun ini di Kulonprogo. Dalam pemilihan itu, Rochmat Santoso, satu-satunya kandidat pilkades yang bergelar sarjana, justru menduduki peringkat paling buncit dengan meraih 202 suara berbanding jauh dengan Samiran, kades terpilih yang meraih lebih dari 1.000 suara.
Sahdan menilai, praktik politk uang beruapa “serangan fajar” menjelang pencontrengan tidak terlalu memengaruhi keputusan warga untuk memilih calon kades pilihan. (ali)