SOLOPOS.COM - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jogja menggelar sidang di tempat dalam kasus sengketa tanah Kraton antara Eka Aryawan dan lima PKL di Simpang Gondomanan, Jalan Katamso, Jogja, Kamis (21/1/2016) (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

PKL Jogja digugat masih berlanjut.

Harianjogja.com, JOGJA-Pengusaha Eka Aryawan ngotot meminta lima pedagang kaki lima (PKL) Gondomanan segera mengosongkan lahan yang ditempatinya. Kelima PKL juga tetap diminta membayar kerugian materil yang dialami Eka sebesar Rp1 miliar, dan kerugian materil Rp30 juta per tahun sejak November 2011.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Gugatan Eka itu tertuang dalam memori banding yang diajukan Eka ke Pengadilan Tinggi Jogja. “Kami ingin gugatan dikabulkan seluruhnya,” kata Kuasa Hukum Eka Aryawan, Oncan Poeba, saat dihubungi Rabu (30/3).

Pada pengadilan pertama di PN Jogja, 11 Februari lalu, hakim Pengadilan Negeri Jogja sudah memutuskan mengabulkan gugatan Eka agar kelima PKL menyerahkan lahan yang ditempatinya kepada Eka Aryawan, karena lahan itu merupakan hak guna Eka berdasarkan surat kekancingan dari Kraton.

Namun, saat itu, hakim Pengadilan Negeri Jogja tidak mengabulkan gugatan Eka Rp1,12 miliar terhadap PKL. Oncan mengaku belum puas dengan hasil keputusan tersebut sehingga mengajukan banding, “Supaya putusan Pengadilan Negeri diperbaiki Pengadilan Tinggi,” ujar Oncan.

Oncan meminta majelis hakim Pengadilan Tinggi Jogja menyatakan putusan dalam perkara terebut dapat dilaksanakan lebih dahulu meski ada upaya hukum. Oncan megatakan upaya yang dilakukan kliennya bukan berarti tega terhadap PKL, namun, yang perlu diingat, kata Oncan, adalah perbuatan melawan hukum karena telah menguasai lahan yang bukan miliknya.

Menurutnya, PKL sudah terbukti telah menempati lahan kliennya seluas 28 meter persegi. PKL, kata dia, tidak memiliki dasar menempati lahan di Simpang Gondomanan baik dari Pemerintah Kota Jogja maupun dari Kraton.

“Mari kita bicara dari hati ke hati, kalau memang bukan haknya ya harus pergi,” ujar Oncan.

Oncan juga menghargai upaya hukum Banding yang juga diajukan oleh PKL. Pihaknya sudah menerima salinan banding PKL, namun belum menerima kontra memori banding dari PKL.

Kuasa Hukum Lima PKL Gondomanan, Budi Hermawan mengaku baru menyerahkan kontra memori banding melalui Pengadilan Negeri Jogja, Rabu (30/3/2016). Ia membantah semua dalil-dalil banding Eka Aryawan.

Selain menyerahkan kontra memori banding, PKL juga sekaligus menyerahkan memori banding setebal 30 halaman. Budi mengatakan dalam momori banding yang diajukan tersebut pihaknya mempersoalkan surat kekancingan Eka Aryawan dijadikan dasar untuk memutus perkara oleh hakim PN Jogja.

Padahal, kata dia, surat perjanjian kekancingan milik Eka itu tidak pernah dibuktikan kebenarannya dalam persidangan. Pihak yang menandatangani surat kekancingan tidak pernah dihadirkan di persidangan.

“Surat kekancingan itu baru sebagai bukti awal tulisan. Kebenaran isinya harus dibuktikan dengan menghadirkan pihak yang menandatangani kekancingan,” katanya.

Budi menuturkan yang menandatangani adalah Penghageng Panitikismo, Kraton. Seharusnya, kata dia, hakim membuktikan keaslian dari surat kekancingan tersebut dengan memanggil pihak Panitikismo.

Lebih lanjut, Budi menilai hakim PN Jogja juga tidak cermat mengenai surat perjanjian perdamaian antara Eka Aryawan dan PKL yang dibuat pada 13 Februari 2013 di Polsek Gondomanan. Surat yang ditandatangani kedua belah pihak itu, kata Budi, sudah diungkapkan oleh saksi Paulus Beni Halim, pendamping hukum PKL, kala itu.

Seharusnya, kata dia, jika sudah ada surat perdamaian, tidak ada lagi hak gugat menggugat, “Namun surat perdamaian luput dari pencermatan hakim,” ujarnya.

Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja yang juga mendampingi PKL, Ikhwan Sapta Nugraha mengaku tidak habis pikir, gugatan Rp1 miliar kepada PKL yang ditolak hakim pengadilan tingkat pertama tetap dipertahankan dan minta dikabulkan dalam banding ke Pengadilan Tinggi.

“Eka Aryawan sudah menang di Pengadilan Negeri, kenapa harus banding? Kenapa masih menggugat Rp1 miliar,” kata Ikhwan. Namun Ikhwan menghormati upaya hukum yang dilakukan Eka Aryawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya