Jogja
Selasa, 16 Desember 2014 - 05:15 WIB

PKL Tidak Bisa Dapat Sertifikasi PIRT, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI)

Harianjogja.com, JOGJA- Pedagang kaki lima (PKL) tidak bisa mendapatkan sertifikasi Produk Industri Rumah Tangga (PIRT).

Kepala Seksi Regulasi Dinkes Kota Jogja, Sukantoro mengatakan PKL kuliner tak mendapatkan sertifikasi Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) karena hanya diberikan kepada pengusaha makanan yang dipasarkan dengan masa penyimpanan cukup lama.

Advertisement

Sementara PKL kuliner, mendapatkan sertifikasi keamanan pangan. Sertifikasi ini diberikan untuk PKL kuliner yang telah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dari Dinkes bekerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Jogja.

“Dengan memegang sertifikasi itu, PKL kuliner merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan konsumen makanan yang berkualitas, higienis dan terjamin aman,” terang Sukantoro, yang dijumpai Harian Jogja di ruang kerjanya, Jumat (12/12/2014).

Ia juga menyampaikan, selain sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan, Dinkes Kota Jogja juga memberikan stimulan kepada sejumlah PKL kuliner berupa alat penjamah makanan (capit), alat cuci (ember), dan lainnya.

Advertisement

Sedangkan, di Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berbeda, yakni Dinas Ketertiban (Dintib), melakukan pembinaan kepada PKL kuliner dimulai dari tahap penertiban.

Penertiban PKL yang dilakukan oleh Dintib, diterangkan oleh Bayu Laksmono, Kepala Seksi Operasional Dintib Kota Jogja, juga menyentuh PKL yang bukan bergerak di bidang kuliner.

“Pelanggaran yang kerap ditemukan dan menjadi target dari PKL kuliner antara lain tidak berizin dagang, meninggalkan peralatan masak dan dagang di lokasi penjualan, serta menjual di area larangan berjualan,” tutur Bayu.

Advertisement

Bentuk pelanggaran yang dilakukan yakni: tidak memiliki izin usaha, menaruh peralatan dagang di trotoar dan tidak bongkar pasang, tidak memiliki izin pemasangan reklame, membuang limbah Saluran Air Hujan (SAH).

“Untuk pelanggaran membuang limbah di SAH, kami kemudian meminta kepada pedagang untuk menyambungkan saluran limbah, apabila di sekitar lokasi dagang ada saluran Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Apabila belum ada, kita minta mereka membuat sistem filtrasi limbah, supaya buangan tidak terlalu mencemari air,” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif