Harianjogja.com, SLEMAN–Kapolda DIY Brigjen Pol Haka Astana masih menunggu soal rencana adanya pelarangan peredaran airsoft gun. Ia mengaku masih menunggu aturan dari Mabes Polri.
“Kami akan melihat dari regulasinya, kalau regulasinya tidak boleh, harus diikuti, tapi tidak boleh itu berdasarkan hukum dan kepatutan,” ujarnya pekan lalu.
Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023
Sebelumnya puluhan peluru diduga airsoft gun dimuntahkan oleh orang tak dikenal pada tiga kabupaten di DIY, Jumat, 9 Agustus 2013 silam. Hingga saat ini kepolisian masih kesulitan mengungkap siapa pelaku rentetan teror tersebut
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8/2012, pasal 13 menyatakan bahwa persyaratan untuk dapat memiliki Airsoft Gun untuk kepentingan olahraga yakni memiliki KTA klub menembak yang bernaung di bawah Perbakin. Hanya Perbakin hingga saat ini belum mengakui keberadaan klub airsoft gun. Dengan demikian perizinan penggunaan airsoft gun masih samar payung hukumnya.
Ketua Paguyuban Airsoftgun Jogja (PAJ) Donny Agusta Setyawan menjelaskan PAJ memiliki 15 anggota tim airsoft di DIY. Setiap tim memiliki anggota dari 10 hingga ratusan orang. Jika ada anggota baru selalu dilaporkan ke Polda DIY. Koordinasi terus dilakukan dengan Polda DIY untuk mempermudah dalam pengawasan.
Soal rencana pelarangan ia kurang sependapat. Ia mengatakan, airsoft gun tidak bisa dimodifikasi menjadi senjata api. Seandainya ada yang memodifikasi sebagai senjata rakitan dipastikan bukan menggunakan airsoft gun tetapi jenis air gun. Pasalnya ruang gas air gun memakai CO2 bisa dimodifikasi menjadi ruang ledak yang mampu melontarkan peluru dengan kencang.
Selain itu, lanjut dia, kecepatan yang dihasilkan airsoft gun 1 hingga 2 joule, sementara air gun dari 3,5 hingga 7,5 joule. Peluru yang digunakan airsoft gun beratnya sampai 0,3 gram, sedang air gun memakai timah atau gotri beratnya 1,3 gram hingga 2 gram. “Saya lebih setuju dilakukan pembinaan dari pihak berwajib,” ujarnya melalui sambungan telepon.