SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

KULONPROGO—Penolakan masyarakat pengelola parkir di Pantai Glagah terhadap Perda No. 3/2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir, mulai mendapat perhatian dari DPRD Kulonprogo.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Ketua Komisi II DPRD Kulonprogo, Yusron Martofa, menganggap adanya aksi dari masyarakat pengelola parkir merupakan bentuk ketidaksepahaman terhadap sebuah produk hukum. Agar polemik yang terjadi tidak meruncing, dirinya menyarankan dilakukan peninjauan Perda. Sesuai aturan, Perda bisa ditinjau ulang setelah lima tahun. Namun menurutnya,  sebuah pengecualian jika muncul keberatan dari masyarakat.

Menurut Yusron, apa yang dilakukan masyarakat merupakan bukti jika Perda itu tidak aspiratif, sehingga perlu ditinjau ulang. “Kalau memang dianggap tidak legitimate, ya berarti harus ditinjau ulang,” tukasnya.

Selain itu, dengan adanya penolakan dari masyarakat, dirinya menganggap Perda perparkiran itu cenderung prematur, dalam arti saat pembahasan, daftar invetarisasi masalah kurang maksimal.

Berbeda dengan apa yang disampaikan Yusron, mantan ketua Pansus Raperda  Retribusi, Kasdiyono, membantah pihaknya tidak melibatkan masyarakat dalam pembahasan draf raperda. Dalam public hearing, selain dihadiri pemerintah, Pansus juga menghadirkan masyarakat, tak terkecuali pengelola parkir kawanan khusus. ”Tak terkecuali [pengelola parkir] di Pantai Glagah,” tukasnya.

Menurutnya, dalam public hearing, pihaknya banyak menampung aspirasi masyarakat, khususnya dari para pengelola parkir.  ”Kami tidak mungkin membahas Perda tanpa adanya aspirasi dari masyarakat,” ucapnya.

Ketua DPRD Kulonprogo, Yuliardi, justru menanggapi dingin polemik tersebut. Menurutnya, meninjau ulang sebuah perda yang telah disahkan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebuah perda laik dilakukan peninjauan ulang jika  dipersoalkan dan ditolak oleh seluruh atau sebagian  besar masyarakat.  Sedangkan  jika masyarakat  yang menolak itu hanya bersifat parsial, belum perlu ditinjau ulang. ”Kalau hanya parsial, saya rasa yang salah bukan pada perdanya,  melainkan pada pihak yang mensosialisasikannya,” tukasnya.(Harian Jogja/Arief Junianto)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya