SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI)

Polemik pilkadus di Desa Triharjo Sleman berakhir dengan sistem penjaringan

Harianjogja.com, SLEMAN– Pemilihan dukuh (Pilkadus) melalui sistem pemilihan, dinilai memiliki banyak persoalan. Selain ongkos politiknya lebih besar, pelaksanaan Pilkadus rentan gesekan di masyarakat.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Kepala Desa Triharjo, Sleman, Irawan menjelaskan, sistem penjaringan dukuh tidak mengesampingkan prinsip demokrasi. Masyarakat masih dapat memberikan pilihan dan usulan siapa yang pantas menduduki orang nomor satu di dukuhnya.

“Caranya dengan memberikan aspirasi kepada perwakilan yang ditunjuk. Semuanya berdasarkan musyawarah dan mufakat,” kata Irawan kepada Harianjogja.com, Jumat (5/8/2016) di kantornya.

Dia menyontohkan, penjaringan dilakukan misalnya melalui RT kemudian dipilih yang terbaik melalui RW. Dari tingkatan RW kemudian dijaring lagi mana yang terbaik untuk diusulkan menjadi Kadus.

Jadi, katanya, meskipun bukan pemilihan langsung secara demokratis tidak meninggalkan aspirasi masyarakat. “Warga tetap diberikan porsi untuk menentukan pilihannya melalui perwakilan dan mekanisme tes. Hanya dua calon dukuh yang diajukan,” jelasnya.

Dia mengatakan, beberapa persyaratan untuk menjadi dukuh di antaranya, berusia antara 20-42 tahun. Selain itu, mereka harus melewati mekanisme test, seperti pengetahuan umum, praktek komputer dasar dan ke wilayahan.

“Kami ingin dukuh yang mumpuni, tidak hanya menguasai administrasi tetapi juga teknologi. Bisa mengikuti perkembangan zaman,” kata Irawan.

Menurutnya, test yang akan diberikan kepada dukuh tersebut bukan tanpa alasan. Sebab para dukuh nantinya menjadi pembantu kepala desa. Jika desa sudah familiar dengan teknologi dan administrasi, maka dukuh juga dituntut demikian.

“Dukuh di sini tidak ada persoalan. Dulu ada yang mengikuti mekanisme test ada juga yang Pilkadus,” ujarnya.

Menurut Irawan, proses penentuan dukuh melalui Pilkadus dinilai rawan gesekan di masyarakat. Ongkos politiknya juga tidak sedikit. Belum lagi muncul perpecahan di masyarakat selama hingga pascapilkadus digelar. “Kalau dengan sistem penjaringan, aspek sosial, ekonomi dan politik bisa lebih efesien,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya