SOLOPOS.COM - ilustrasi

Harianjogja.com, JOGJA-Produksi gula nasional saat ini masih jauh dari target swasembada gula. Diprediksi produksi gula tahun ini hanya 2,39 juta ton atau baru sekitar 50% dari kebutuhan gula nasional.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Nasional Tito Pranolo menegaskan, produksi gula 2013 ini akan mencapai 2,39 juta ton. “Para produsen gula masih menemui berbagai hambatan, baik itu yang bersifat teknis produksi, manajerial maupun strategi bisnis pabrik gula,” ujar Tito saat mengisi seminar bertajuk Arah Baru Kebijakan Pergulaan Nasional yang digelar di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Jogja, Kamis (12/12/2013).

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Hambatan tersebut menyebabkan kelayakan ekonomis industri gula belum mampu mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis yang dinamis. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya sinergi antarpemangku kepentingan industri gula akibat belum adanya kebijakan pergulaan nasional yang terintegrasi. Satu di antaranya dengan mendesak pemerintah untuk menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) atau Keputusan Presiden (Kepres) terkait kebijakan gula nasional. “Sekarang baru sebatas level kementerian, sehingga sulit untuk mewujudkan kebijakan yang integratif,” ungkap Tito.

Industri gula merupakan satu di antara 23 industri prioritas nasional. Namun ironisnya, swasembada gula hingga saat ini masih belum tercapai. Adapun produksi gula nasional dari 63 pabrik gula selama kurun waktu 10 tahun terakhir masih berfluktuasi antara 1,6 juta ton hingga 2,6 juta ton. Produksi tertinggi dicapai pada 2008 sebanyak 2,66 juta ton.

“Namun setelah itu, produksi gula kembali mengalami penurunan dan sedikit naik pada  2012 dengan produksi sebesar 2,59 juta ton,” jelas Tito.

Dalam seminar tersebut, Tito berharap akan lahir formulasi rekomendasi untuk pemerintah untuk menyusun arah baru kebijakan gula nasional yang lebih komprehensif, berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan. Rencana aksi harus menghasilkan arah baru kebijakan pergulaan nasional dengan mengacu pada pengembangan kompetensi inti daerah berbasis kluster, dan yang mampu mencegah konflik yang tidak produktif dalam mencapai tujuan swasembada gula.

“Arah baru kebijakan tersebut, juga harus mampu mengantisipasi liberalisasi pasar gula pada masyarakat ekonomi ASEAN yang berlaku efektif mulai 3 Desember 2015. Namun syaratnya harus ada peningkatan daya saing bisnis yang perlu dilakukan oleh pelaku bisnis industri gula,” papar Tito.

Upaya transformasi bisnis dinilai perlu untuk dilakukan. Di antaranya dengan mengubah paradigma ke arah profit oriented, human capital pebisnis, market oriented, risk taker, adaptif terhadap teknologi, pro aktif, pengelolaan aset sebagai sumber profit dan mencari sumber-sumber pendanaan murah untuk keperluan pengembangan. Tujuan tersebut hanya akan tercapai jika didukung dengan regulasi bagi pengembangan industri gula terintegrasi dengan industri turunan berbasis tebu.

“Gunanya untuk meningkatkan kelayakan bisnis industri gula khususnya dari sisi penurunan harga pokok porduksi gula agar lebih mampu bersaing dengan gula impor,” tandas Tito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya