SOLOPOS.COM - Ilustrasi proyek pembangunan perumahan (Paulus Tandi Bone/JIBI/Bisnis)

Properti di Jogja dipastikan tidak naik harga demi mempertahankan daya beli masyarakat

Harianjogja.com, JOGJA- Lesunya pertumbuhan ekonomi saat ini memaksa pengembang perumahan di DIY untuk tidak menaikkan harga. Hal itu dilakukan agar minat konsumen untuk membeli rumah bisa direalisasikan.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

“Kami tetap menjaga ekpektasi pembeli dengan menahan untuk menaikkan harga. Meskipun ada penambahan biaya bahan-bahan properti seperti semen dan penguatan dolar, namun kami masih menjaga untuk tidak menaikkan harga,” ungkap Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY, Andi Wijayanto kepada Harian Jogja, Senin (14/9/2015).

Dia mengatakan, dampak perlambatan ekonomi hingga kini sangat dirasakan oleh para pelaku bisnis properti. Dengan tidak menaikkan harga, diharapkan masyarakat masih bisa membelanjakan uangnya untuk membeli rumah. Untuk menutup beban operasional, para pengembang melakukan efisiensi di seluruh sektor.

“Misalnya, metode pembangunannya. Kalau sebelumnya disubkontraktor saat ini swakelola sendiri. Atau efisiensi dari sisi managemennya. Semuanya dilakukan,” kata Andi.

Meski pengembang melakukan pelbagai efisiensi, dia menjamin kualitas unit bangunan tidak dikurangi. Alasannya, ada aturan yang diterapkan REI yang melarang pengembang melakukan itu.

“Tidak [kualitas bangunan] tidak akan dikurangi. Itu sudah menjadi komitmen kami untuk tetap mempertahankan kualitas, namun menekan biaya-biaya lainnya,” tegas Andi.

Dikoreksi

Menurut Andi, dampak dari perlambatan ekonomi saat ini berbuntut pada dikoreksinya target penjualan untuk rumah harga Rp500 juta ke atas. Hal itu dilihat dari data penjualan rumah pada semester pertama 2015. REI DIY mencatat, penjualan rumah di DIY hingga Juli 2015 hanya 950 unit saja.

Padahal, pada Juli 2014 penjualannya mencapai 1400 unit. “Kami koreksi penjualan rumah Rp500 juta ke atas antara 30-40 persen sementara untuk rumah di bawah Rp500 juta masih berjalan baik,” ujarnya.

Andi menjelaskan, bisnis properti tidak akan berkembang jika tidak ada kebijakan konkret dari pemerintah daerah untuk melakukan upaya penyelamatan. Misalnya, masalah perizinan.

Dia menyontohkan kebijakan pemerintah kabupaten (Pemkab) Bantul yang melakukan moratorium perumahan di lima kecamatan di Bantul. Kebijakan tersebut berdampak pada penurunan pembangunan perumahan di DIY.

Selain itu, para pengembang yang sudah terlanjur membeli tanah di lokasi-lokasi yang ‘dilarang’ mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Sebab, berkas izin yang diajukan tidak akan diproses.

“Dari total 20 pengembang yang akan membangun perumahan di kawasan Bantul, sekitar 12 pengembang tidak bisa mengurus izinnya. Padahal mereka banyak yang membangun perumahan kelas menengah, sekitar Rp300 jutaan,” tandasnya.

Terpisah, Direktur Utama PT Citra Kedaton Rama Adhyaksa mengatakan, perlambatan ekonomi saat ini berdampak pada sepinya transaksi penjualan property. Hal itu terjadi karena daya beli masyarakat untuk membeli propert sangat rendah.

“Kondisi inilah yang menyebabkan penjualan rumah di DIY turun. Kami berharap agar pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang dapat mengangkat penjualan perumahan di DIY,” harap dia.?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya