Jogja
Jumat, 17 Februari 2017 - 06:40 WIB

PROYEK BANDARA KULONPROGO : Tanah Institusi, PAG Tak Bisa Dibagi

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pembangunan fisik yang dilakukan di lokasi Bandara Kulonprogo baru sebatas pemagaran yang telah dilakukan sejak 2 pekan lalu, Jangkaran, Temon pada Senin (30/1/2017). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Akta kepemilikan lahan eigendoom juga dinyatakan hanya berlaku bagi orang barat atau timur asing non pribumi.

Harianjogja.com, WATES-Pihak Puro Pakualaman menyatakan jika lahan Paku Alam Grond (PAG) terdampak bandara merupakan tanah institusi, bukan perorangan. Akta kepemilikan lahan eigendoom juga dinyatakan hanya berlaku bagi orang barat atau timur asing non pribumi.

Advertisement

Setyohardjo, kuasa hukum dari Puro Pakulaman mengatakan sedari awal dasar pernyataan yang digunakan lawannya tidak tepat. “Anehnya kok hadiah[PAG sengketa], padahal itu tanah kadipaten [Puro Pakualaman] sebagai badan hukum, bukan milik pribadi, sudah salah alamat”ujarnya ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Wates pada Kamis(16/2). Jika dinyatakan sebagai warisan pun seharusnya merupakan tanah pribadi dan bukan institusi.

Tanah institusi tersebut telah memiliki pembagiannya tersendiri. Lahan Paku Alam atau PAG dengan dasar rijkblaad Nomor 18 Tahun 1918, sedangkan lahan Sultan Yogyakarta atau SG dengan rijkblaad Nomor 16 Tahuan 1918. Ia mengatakan tidak mungkin lahan tersebut dibagi-bagi kepada anak-anak Hamengku Buwono VII, sebagaimana disebutkan dalam berkas perkara. Apalagi, jumlah putra-putri HB VII cukup banyak.

Selain itu, bukti awal yang diajukan juga menyebutkan lahan sengketa tersebut berada di Kulonprogo. Padahal, lahan tersebut berada di Adikarto sampai 1951 ketika kedua daerah ini digabungkan. Selain itu, Akta Eigendom Nomor 674 Verponding Nomor 1511 yang diajukan sebagai dasar kepemilikan juga dianggap aneh karena tidak sesuai peruntukannya. Jenis akte kepemilikan ini dianggap tidak mungkin dikantongi oleh kaum pribumi pada masa itu.

Advertisement

Ia menegaskan tidak ada hubungan waris antara Kadipaten Pakualaman dengan Paku Buwono X dari Kasunanan Surakarta. “Familia pasti iya, tapi warisan sama sekali tidak ada, tanah itu bukan hak mereka[penggugat dan penggugat intervensi]”urai dia. Lebih lanjut, pihaknya juga sama sekali tidak peduli dengan klaim ahli waris PB X yang saat ini sedang dipermasalahkan oleh pihak penggugat maupun penggugat intervensi dalam perkara perdata tersebut.

Pihak Puro Pakulaman mengklaim sedang menyusun bukti-bukti untuk mementahkan semua dalil yang diajukan oleh penggugat. Diakui sebelumnya, telah dilakukan pertemuan secara kekeluargaan namun nihil hasil karena dianggap mengada-ada. Setyohardjo mengatakan adanya klaim tersebut hanya muncul karena nilai Rp701 miliar atas ganti rugi bandara.

Adapun, sidang perdata tersebut telah sampai pada agenda replik dari pihak penggugat atas jawaban tergugat dan turut tergugat. Pihak terkait telah mengantongi masing-masih berkas replik. Mateus Sukusno Aji, hakim ketua sidang mengatakan sidang akan dilanjutkan pada tanggal 21 Februari mendatang dengan agenda duplik.

Advertisement

Perkara perdata ini melibatkan KGPAA Paku Alam X sebagai tergugat dan PT Angkasa Pura 1 sebagai turut tergugat. Pihak penggugat menyatakan diri sebagai keturunan PB X yang mendapatkan lahan sengketa tersebut sebagai warisan. Adapula, penggugat intervensi yang menyatakan diri sebagai ahli waris dan keturunan PB X yang sah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif