Harianjogja.com, JOGJA- Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran menilai Pemerintah dan DPR kurang serius dalam melakukan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY
Sekretaris Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) Suyanti, Selasa (3/9/3013) mengatakan pemerintah dan DPR kurang serius dalam melakukan pembahasan RUU Perlindungan PRT sehingga pembahasannya pun terkatung-katung selama hampir 10 tahun.
RUU Perlindungan PRT telah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2004 dan kemudian masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional sejak 2010 hingga 2013 namun belum disahkan.
“Komisi IX telah meminta badan legislasi untuk melakukan pembahasan. Namun belum juga ada pembahasan lanjutan sampai sekarang,” katanya.
Agar suara dan tuntutan dari pekerja rumah tangga tersebut didengar oleh pusat, maka surat dan serbet dikirim ke Badan Legislasi DPR RI, Anggota Komisi IX DPR RI serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.
Di dalam RUU tersebut telah mengatur perjanjian kerja, upah, tunjangan hari raya (THR), waktu kerja, istirahat, cuti, jaminan sosial, pendidikan dan pelatihan serta usia kerja.
Selain itu, juga diatur mengenai penyelesaian perselisihan antara PRT dengan pengguna jasa karena seringkali hanya diselesaikan secara kekeluargaan sehingga posisi tawar PRT tidak terlalu kuat.
DIY, telah memiliki peraturan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak PRT melalui Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perlindungan PRT.