Jogja
Kamis, 11 Juli 2013 - 18:04 WIB

Puluhan Pasangan di Kota Jogja Ajukan Dispensasi Nikah karena Hamil Duluan

Redaksi Solopos.com  /  Maya Herawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Foto Ilustrasi
JIBI/Harian Jogja/Reuters

Harianjogja, JOGJA-Perkara pengajuan dispensasi kawin di wilayah DIY mengalami peningkatan setiap tahun. Ironisnya, pengajuan dispensasi kawin tersebut mayoritas disebabkan oleh kehamilan di luar nikah. Sikap permissif orang tua terhadap perilaku anak-anak dinilai sebagai salah satu penyebabnya.

Advertisement

Data dari Pengadilan Agama (PA) Jogja menunjukkan, pengajuan Dispensasi Kawin selama 2011 sebanyak 60 kasus, pada 2012 jumlahnya turun menjadi 45 kasus dan hingga Juli 2013 mencapai 24 kasus.

Dari perkara dispensasi kawin, berdasarkan data Rifka Annisa yang didapat dari data Posbakum PA Jogja menunjukkan, 90% permohonan dispensasi kawin disebabkan karena terjadinya kehamilan di luar nikah.

“Itu data 2012. Untuk 2013 tentu belum masuk. Hampir semua pengajuan dispensasi kawin tersebut dikabulkan oleh pengadilan. Padahal, tidak semua hubungan tersebut didasarkan suka sama suka. Hakim hanya berdasarkan pada bagaimana kondisi anak lahir nanti. Ini yang perlu diperhatikan,” ujar Rina Widarsih, Manager Pendampingan Rifka Annisa kepada Harianjogja.com, Kamis (11/7/2013).

Advertisement

Menurut Rina, meningkatnya kasus pengajuan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama tersebut perlu juga terobosan baru. Salah satunya, hakim PA bisa memberikan bimbingan dan konseling kepada anak-anak sebelum mengabulkan permohonan tersebut.

“Itu bisa melibatkan peran BP4. Bagaimana pun, pernikahan akibat kehamilan di luar nikah itu sudah menjadi tekanan kepada anak-anak yang masih pelajar itu sehingga butuh terobosan hukum yang dilakuan pengadilan,” usul Rina.

Untuk kasus hamil di luar nikah, Rina berharap agar para orangtua tidak lagi membudayakan sikap permissif di mana anak dibiarkan tanpa pengawasan dan diberi tanggung jawab.

Advertisement

“Anak harus diberi keterampilan untuk menentukan keptusan yang bertanggungjawab. Anak harus dilatih, kalau melakukan ini konsekuensinya itu. Sekolah juga bisa diajak bekerjasama menekan masalah ini tetapi tidak bisa menjadi tumpuan. Sebab, peran orang tua yang paling penting,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif