SOLOPOS.COM - Suasana proses pembelajaran SD dan SMP Bhinneka Tunggal Ika di Dalem Notoprajan, Senin (17/7/2017). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Puluhan siswa SD dan SMP Bhinneka Tunggal Ika Jogja terpaksa melaksanakan proses pembelajaran pada hari pertama tahun ajaran baru 2017/2018 di Ndalem Notoprajan

 

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Harianjogja.com, JOGJA – Puluhan siswa SD dan SMP Bhinneka Tunggal Ika Jogja terpaksa melaksanakan proses pembelajaran pada hari pertama tahun ajaran baru 2017/2018 di Ndalem Notoprajan, di Jalan KH. Agus Salim, Senin (17/7/2017).

Tindakan mengungsi terpaksa dilakukan karena sekolah yang berkampus di Kranggan, Jetis, Kota Jogja itu tengah dalam pusaran konflik dengan yayasan.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan sekolah legendaris yang berdiri sejak 1958-an. Sekolah ini awalnya menggunakan nama Tionghoa pada 1958 namun kemudian diubah menjadi Bhinneka Tunggal Ika pada 1967. Reputasinya pun sudah banyak dikenal.

Sejumlah konglomerat tanah air yang kini sukses menjadi pengusaha pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah ini, seperti Irwan Hidayat, Bos PT Sido Muncul sekaligus pemilik Hotel Tentrem serta Jimmy Sutanto pemilik Hotel Ibis, pengusaha kelas kakap asal Malang, Iwan Kurniawan, serta puluhan lainnya.

“Sekolah ini sudah banyak melahirkan lulusan. Seperti Pak Irwan Hidayat itu dulu SMA dulu di sini, Jimmy Sutanto pemilik [hotel] Ibis, lalu Iwan Kurniawan pemilik Jatim Park,” terang Retyas Budi Indarwanto Kepala SD Bhinneka Tunggal Ika saat ditemui di Dalem Notoprajan, Senin (17/7/2017).

Retyas menambahkan, pihak yayasan memecat dirinya, serta sejumlah guru dan admin sekolah tanpa alasan jelas. Baginya pemecatan itu tidak masalah karena ia bisa beraktivitas lain. Namun seluruh siswa dan orangtua siswa menghendaki dirinya dan guru yang dipecat tetap mengajar.

Akhirnya, disepakati bersama orangtua proses pembelajaran tetap berjalan dengan tidak di kampus sekolah, melainkan di tempat lain. Terkait persoalan itu pihaknya sudah melapor ke Dinas Pendidikan Kota Jogja dan Ombudsman Daerah.

Ia tak ingin siswa mengetahui persoalan itu karena dikhawatirkan resah. Proses pembelajaran dikemas dengan summer school seperti kebiasaan sekolahnya di pekan pertama masuk setelah liburan. Kegiatan berlangsung sejak pagi hingga pukul 13.00 WIB.

“Anak-anak juga bertanya, tetapi bagaimanapun juga kami harus membohongi mereka, kasihan kalau mereka tahu, resah. Kami sampaikan summer school, ada budaya heritage yang bisa dikaji,” tegasnya.

Orangtua siswa M. Achadi mengatakan, meski pindah, ia tetap memasukkan ketiga anaknya di sekolah tersebut karena memiliki kepercayaan akan kemampuan terhadap para guru dan kepala sekolah. Ia sepenuhnya menyerahkan persoalan itu Dinas Pendidikan dan Ombudsman dan berharap ada solusi terbaik. “Kebetulan dua anak saya SD di sini dan satunya SMP juga di sini,” tegasnya.

Terpisah Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Jogja Budi Asrori menyatakan pihaknya sudah mendapatkan laporan terkait masalah tersebut. Meski ada konflik dengan berpindah tempat, ia berharap tidak menggangu proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa.

Pihaknya akan mengkomunikasikan lebih lanjut persoalan itu dalam kapasitasnya sebagai Dinas Pendidikan. “Imbauan kami proses pembelajaran anak jangan sampai terganggu,” tegas dia.

Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, pihaknya belum mengetahui persoalan tersebut. Namun ia menegaskan, yayasan harus bertanggungjawab terhadap nasib para siswanya.

“Intinya meski konflik tidak boleh siswa sampai telantar. Yayasan dan sekolah harus bertanggungjawab. Murid harus tetap diurusi oleh yang kemarin merekrut, soal dinas memfasilitas [penanganan konflik], ya itu bisa difasilitasi,” kata dia.

Terpisah pihak Yayasan Bhinneka Tunggal Ika Chandra menyatakan, pihak yayasan tidak melakukan pemecatan terhadap guru. Namun hanya melakukan pembaruan kontrak dengan lebih mendisiplinkan mereka. Kontrak itu termasuk memperjelas ketugasan mereka dan sama sekali tidak ada kata pemecatan dalam surat kontrak.

Kedisiplinan itu meliputi, pemberlakukan lima hari kerja mulai pukul 07.00 WIB hingga 15.00 WIB untuk guru SMP dan dari pukul 07.00 WIB hingga 14.00 WIB untuk SD. Selain itu yayasan meminta guru datang 15 menit sebelum jam kerja dan pulang 15 menit setelah jam kerja.

“Kami sama sekali tidak ada maksud pemecatan, tetapi ingin mendisiplinkan dan yayasan siap jika guru dan siswa kembali lagi [ke gedung Bhinneka Tunggal Ika],” terangnya saat diminta konfirmasi wartawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya