SOLOPOS.COM - Ilustrasi transaksi politik uang (JIBI/Solopos/Dok.)

Peran Dinas menurutnya masih belum signifikan dalam mengontrol berbagai praktik pungutan.

Harianjogja.com, JOGJA-Ombudsman Republik Indonesia (ORI) wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota hingga Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga mempu bertindak lebih proaktif dalam menindak terjadinya pungutan di sekolah.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua ORI DIY Budhi Masturi, kepada Harian Jogja, Minggu (15/5/2016). Budhi menjelaskan, sejauh ini peranan Dinas menurutnya masih belum signifikan dalam mengontrol berbagai praktik pungutan. Dalam pencegahan, ORI belum melihat upaya kuat, sedangkan apabila ada kasus, mereka belum nampak sungguh-sungguh menghentikannya. ORI berharap setidaknya mereka membuat kebijakan yang bisa mencegah, mengambil langkah tegas ketika terjadi pelanggaran, termasuk memberikan sanksi ketika kasus itu terjadi di sekolah.

“Sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku, kalau mengacu pada Perda 10/2013 misalnya, bisa berupa penghentian BOS, penarikan guru PNS, dan lainnya,” tutur dia.

Ia mengungkapkan, pungutan di sekolah-sekolah hadir dalam modus sumbangan, mulai dari sumbangan pengembangan institusi, sampai rekreasi perpisahan. Semua menggunakan ‘legitimasi’ sudah disepakati oleh komite. Pungutan dengan dalih sumbangan ini masif terjadi di hampir semua sekolah. Sehingga ORI DIY mengimbau kepada sekolah untuk tidak menggunakan istilah sumbangan kepada berbagai pengenaan biaya kepada siswa yang pada dasarnya berbentuk pungutan. Karena pungutan dan sumbangan sangat jauh berbeda secra definitif maupun sumber hukumnya.

Basis ‘legitimasi’ sumbangan adalah kesukarelaan, lanjut dia. Sedangkan pungutan adalah kewenangan. Komite tidak berwenang menentukan jumlah pungutan, apalagi sampai melakukan pungutan itu sendiri. Kalau komite memiliki kewenangan dan melakukan pungutan, maka itu masuk dalam pungutan liar, dan bisa mengarah ke pidana.

Komite boleh saja membuat kesepakatan jumlah pungutan, tetapi agar proses pemungutannya menjadi sah, harus ada dasar hukumnya. Misal Keputusan Kepala Sekolah, yang merujuk pada ketentuan yang lebih tinggi seperti keputusan dinas, bupati/walikota, dan Keputusan Menteri atau Undang-undang. Meskipun ada keputusan Kepala Sekolah, jika bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, maka pungutannya tetap tidak sah.

“Adapun sumbangan, komite boleh-boleh saja menyepakati jumlah sumbangan, tetapi basisnya tetap sukarela, siapa mau menyumbang silakan, siapa yang tidak mau menyumbang tidak apa-apa. Kalau dinamai sumbangan tetapi bayarnya diwajibkan, maka itu sudah bentuk pungutan, dan untuk menarik pungutan perlu kembali ke mekanisme, tata cara dan landasan hukum untuk melakukan pungutan,” kata dia.

Disinggung soal urgensi kehadiran komite sekolah, Budhi menilai kehadiran komite efektif, namun lebih untuk memberikan masukan,saran terhadap berbagai kebijakan sekolah. Namun saat ini peranan komite sekolah masih belum ideal sebagaimana yang diharapkan untuk menjadi penampung, penyalur dna pejuang aspirasi orang tua.

Sejak kurun waktu Januari hingga Jumat (13/5), ORI DIY telah menerima laporan sebanyak 109 dari 500 lebih pelapor yang berasal dari masyarakat. Namun sayangnya ia masih belum dapat memberikan persentase jumlah kasus pendidikan dari 109 laporan tadi. Namun bila disebutkan, laporan kasus di bidang pendidikan yang masuk terjadi dari seputar penahanan ijazah, pungutan, pengeluaran siswa dari sekolah, tunjangan sertifikasi, dan akses masyarakat miskin terhadap bantuan sosial untuk sekolah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya