Jogja
Senin, 8 September 2014 - 15:20 WIB

Pusingnya Membatasi Penambahan Jumlah Kendaraan di DIY

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi arus lalu lintas di Jalan Malioboro, Jogja (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Harianjogja.com, JOGJA – Kepala Bidang Anggaran dan Pendapatan Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) DIY Gamal Suwantoro mengatakan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan menyumbang 80% dari total PAD DIY sebesar Rp1,3 triliun.

Namun dengan adanya rencana realisasi angkutan massal berupa kereta trem dan penambahan jalur Trans Jogja, ia mendukung langkah tersebut.

Advertisement

“Karena kami juga pusing bagaimana membatasi pesatnya jumlah kendaraan di DIY,” ujarnya, Minggu (7/9/2014).

Ia mencatat jumlah kendaraan bermotor saat ini berkisar 1,9 juta. Mayoritas adalah kendaraan roda dua. Dan 20% sendiri adalah kendaraan dengan pelat luar yang notabene tak membayar pajak di daerah.

Kekhawatiran akan turunnya pendapatan daerah dengan adanya angkutan massal, katanya, memang pernah menjadi pembahasan pada rencana realisasi 54 bus Trans Jogja pada 2008. Namun nyatanya hal itu tidak terbukti. Pembelian kendaraaan justru tak berkurang.

Advertisement

Di luar karena sisi ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan Trans Jogja, menurutnya, masyarakat di Indonesia tetap akan membutuhkan kendaraan pribadi.

Namun persoalannya penggunaan itu harus dibatasi bukan malah diberikan peluang mempermudah pembelian dengan adanya program mobil murah.

Ia mengatakan, pembatasan itu dengan sendirinya akan terjadi ketika ada angkutan massal yang memuaskan. Soal kekhawatiran berkurangnya pendapatan daerah, katanya, pendapatannya dapat dikejar dengan pendapatan lainnya seperti bahan bakar pada angkutan massal itu sendiri.

Advertisement

“Saat ini pajak bahan bakar itu per tahunnya baru Rp160 miliar. Kalau nanti penggunaan angkutan massal banyak yang memakai, tentu menambah pendapatan pajak itu,” ujarnya.

Selain itu, potensi penambahan pendapatan daerah bisa dimaksimalkan dengan penerimaan pajak rokok. Di samping itu, dengan adanya angkutan massal baru, ia berharap sekaligus dapat mengurangi keberadaan kendaraan yang sudah uzur.

Sebab, kendaraan tak bisa lagi dipungut pajak, karena sudah tidak ada kelayakan jalan. “Namun mengakibatkan bertambahnya kemacetan dan menyumbang polusi,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif