SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja mengecat bagian depan dan atap Pagelaran Keraton Ngayogyakarta, Sabtu (14/12/2013). Sejumlah perawatan bangunan keraton menggunakan Dana Keistimewaan mulai dianggarkan. Di pengujung 2013 pengecatan pada Pagelaran Kraton Kasultanan Yogyakarta yang merupakan wajah depan Kraton Ngayogyakarta mulai dilaksanakan. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Raperdais DIY, keterlibatan Pemda, Pemkab dan Pemkot belum terlihat.

Harianjogja.com, JOGJA — Pembahasan Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaataan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten memasuki tahap meminta tanggapan para ahli.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Yogyakarta UII Ni’matul Huda menilai dalam Draf Raperdais tersebut belum banyak mencantumkan peran Pemda DIY. Oleh karena itu pihaknya menyarankan perlunya peran Pemda DIY yang tersurat dalam pasal.

Dia memberi masukan pasal demi pasal. Antara lain, Pasal 6 ayat 4 dan ayat 5 yang membahas tanah keprabon ditetapkan oleh Kasultanan dan Kadipaten. Dalam kedua ayat tersebut masing-masing terdapat kata selain yang dinilai tafsirnya menjadi kurang tegas. Ia lebih setuju menggunakan kalimat seperti ayat 1 di pasal yang sama.

(Baca Juga : KEISTIMEWAAN DIY : Sultan Yakinkan Naskah Raperdais Pertanahan)

“Di pasal 6 ayat 1 detail, kira-kira tanah Kasultanan di luar ini apa saja. [Ayat 4 dan 5] Ini apa tidak sebaiknya disebutkan juga, kalau seperti ini penerapannya terlalu lentur,” ungkap dia, dalam Rapat Pembahasan Raperdais Pertanahan dengan agenda meminta keterangan ahli, pekan lalu di DPRD DIY.

Selain itu, ia meminta agar terkait pemetaan sebaiknya melibatkan lembaga lain di luar Kasultanan dan Kadipaten sebagai masukan terhadap draf di Pasal 12. Hal ini menyangkut masyarakat sebagai objek yang akan dilakukan pemetaan sehingga perlu melibatkan lembaga lain. Soal pemeliharaan dokumen seperti tercantum dalam Pasal 14 hanya mengamanatkan kepada Kasultanan dan Kadipaten. Ni’matul menyarankan
pentingnya keterlibatan Pemda DIY terutama yang strukturnya di bawah kelembagaan keistimewaan.

Hal serupa juga disampaikan sebagai masukan terhadap Pasal 14 terkait dengan pengawasan tanah Kasultanan dan Kadipaten.

“Bagaimana jika timbul sengketa atau keberatan dari masyarakat yang keberatan. Karena ini Perda maka sebaiknya ada keterlibatan pihak lain di luar Kasultanan dan Kadipaten, entah apa posisinya, nanti teman-teman di DPRD yang lebih tahu memposisikannya,” jelasnya.

Ni’matul juga mendorong terkait dengan pengakuan atas hak asal usul dalam Pasal 21 ayat 2  dengan alasan tidak ada urgensinya jika dimasukkan dalam Pasal 21. Karena, kata dia, semua orang telah mengetahui dan sejarah telah mengatakan hal tersebut. Namun karena sebelumnya tidak membaca naskah akademik sehingga ia tidak memahami maksud dari ayat tersebut.

Kendati demikian, kalimat Pasal 21 ayat 2 itu sangat filosofi sehingga lebih baik masuk di Pasal-Pasal awal atau konsideran yang memuat pokok pikiran dan latar belakang.

“Sebenarnya ayat 2 [dalam Pasal 21] ini tidak perlu dan Pasal 22 tinggal naik jadi pasal 21 ayat 2 dan ayat 3. Menurut saya justru ini filosofi harusnya di konsideran a tadi ini filosofinya kemudian baru muncul ke yuridisnya menujuk ke Pasal 7 ayat 2 UUK, di sana ditentukan semacam keistimewaan DIY,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya