SOLOPOS.COM - Warga menjual raskin di Pasar Wates, Kulonprogo. Selasa (12/3/2015). (Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Raskin dijual atau raskin yang dibagi rata sulit ditertibkan oleh pemerintah

Harianjogja.com, KULONPROGO-Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Sosnakertrans) Kabupaten Kulonprogo mengaku belum bisa menertibkan pemanfaatan bantuan beras miskin (raskin).

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Pemerintah tidak bisa melakukan pengontrolan jika raskin sudah ada di tangan penerima.

“Selama ini memang sulit. Kalau sudah diambil, penerima bisa melakukan apa  saja,” kata Kepala Bidang Sosial Dinas Sosnakertrans Kulonprogo, Nur Hadiyanto, ditemui di rumah dinas Bupati Kulonprogo, Jumat (24/4/2015).

Nur menyontohkan fenomena bagi roto atau bagito yang diakui masih jadi pekerjaan rumah besar.

“Warga miskin kita ada sekitar 22.000 jiwa. Namun, kebijakan pusat untuk kuota PPLS [pendataan program perlindungan sosial] hanya 13.000 jiwa. Jadi kemungkinan ada 9.000 warga miskin yang akhirnya tidak dapat,” paparnya.

Nur melanjutkan, sistem bagito tetap tidak diperbolehkan meski dilandasi rasa kebersamaan dan saling peduli. Idealnya, warga yang memang sudah tidak berhak dikeluarkan dari daftar penerima manfaat (DPM).

“Kita bisa melakukan penggantian penerima raskin melalui musyawarah desa. Ini berbeda dengan bantuan PSKS [program simpanan keluarga sejahtera] yang memang tidak memberi peluang untuk mengganti data penerima,” jelasnya.

Nur kemudian mengapresiasi upaya Pemerintah Desa Margosari, Kecamatan Pengasih, yang membuat peraturan desa terkait raskin.

Sanksi bisa diberikan kepada penerima raskin yang melakukan penyimpangan. Sanksinya berupa peringatan teguran kepala desa, peringatan tertulis, hingga dicoret dari DPM.

“Jika tidak dikonsumsi sendiri, dia bisa dianggap tidak membutuhkan raskin. Jadi bisa diganti dengan orang lain yang lebih berhak,” ungkap Nur.

Peraturan tersebut baru dimulai tahun ini. Nur berharap, terobosan itu bisa mendukung kesuksesan program raskin. “Desa sebagai pemerintahan otonom punya wewenang mengatur warganya,” lanjutnya.

Di sisi lain, Nur juga berharap Bulog bisa meningkatkan kualitas raskin untuk menekan adanya penukaran atau pengembalian raskin oleh penerima. Namun, dia menyadari, penetapan harga beras menjadi kendala utama.

Sebab, dengan subsidi dari pemerintah sebesar Rp6.600 per kilogram dan swadaya masyarakat Rp1.200 per kg, raskin yang didapat termasuk kualitas medium.

“Kalau raskin kualitasnya premium, masyarakat tentu tidak perlu menukar,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya