Jogja
Selasa, 15 Mei 2012 - 10:50 WIB

Rasulan Putat Bukan Hanya Milik Petani

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - GUNUNGAN—Warga Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk, mengarak gunungan, Senin (14/5). (JIBI/Harian Jogja/Endro Guntoro)

GUNUNGAN—Warga Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk, mengarak gunungan, Senin (14/5). (JIBI/Harian Jogja/Endro Guntoro)

Dengan mengenakan pakaian tradisional Jawa, warga tumpah ruah di sepanjang jalan utama Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Senin (14/5). Tak menghiraukan panasnya terik matahari, perempuan-perempuan dusun membentuk barisan mengarak hasil bumi menuju Balai Serba Guna Desa Putat.

Advertisement

Terdapat 10 gunungan hasil bumi yang dibentuk secara rapi. Pembuatnya adalah tiap RT di Bobung. Roeg, jatilan dan tarian topeng mengiringi arak-arakan yang menjadi bagian tradisi rasulan atau bersih desa di Dusun Bobung.

“Rasulan yang digelar rutin setiap tahun kami laksanakan pada Senin Pon sebagai warisan nenek moyang,” kata Kepala Dusun Bobung Kemiran.

Awalnya, rasulan merupakan tradisi petani. Namun, ritual di dusun yang mayoritas warganya bekerja di sektor kerajinan topeng dan batik kayu itu kini bukan hanya menjadi milik petani. Seiring perjalanan waktu rasulan menjadi syukuran sekitar 250 warga yang bekerja di sektor kerajinan topeng dan batik kayu.

Advertisement

“Ini pesta ungkapan syukur petani dan perajin kepada Tuhan atas limpahan rezeki yang selama ini bisa kami nikmati,” ungkapnya.

Panita Rasulan Dusun Bobung Basuki menambahkan kirab warga dan gunungan hasil bumi dipusatkan di Balai Serba Guna. Dipimpin sesepuh Bobung, seluruh warga berkumpul untuk memanjatkan doa bersama.

Dalam sehari kemarin, tradisi rasulan ini tak hanya dilaksanakan warga Bobung. Tiga dusun lain di Desa Putat seperti Plumbungan, Kepil dan Batur juga menggelar pesta panen.

Advertisement

Setiap warga juga menjadikan balaidusun sebagai pusat kenduri, doa bersama dan pentas kesenian. Malam harinya, empat dusun menggelar wayang kulit sebagai pamungkas rasulan.

Sumilah, 53, warga Plumbungan mengatakan kenduri sejak pagi berjalan dengan khidmat. Seluruh hasil bumi dikumpulkan menjadi satu di tengah lingkaran kenduri sebelum akhirnya dibagikan kembali. Warga meyakini santapan tradisional nasi gurih, sayuran dan buah-buahan membawa berkah keselamatan.

Kepala Dusun Plumbungan Sulistyo menambahkan tradisi rasulan tidak bisa lepas dari adat budaya yang sudah turun menurun berlangsung. Rasulan sebagai lambang ungkapan syukuran warga atas hasil panen, sekaligus menjadi ungkapan permintaan keselamatan hidup dan kerukunan masyarakat setempat. Tak heran, kegiatan tradisi budaya ini tak hanya diikuti petani, tetapi juga pegawai negeri. Bahkan perantau di luar daerah menyempatkan mudik untuk turut memeriahkan pesta desa.

Advertisement
Kata Kunci : Merti Dusun Putat Rasulan
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif