SOLOPOS.COM - Ilustrasi rawan bencana (Freepik.com)

Solopos.com, JOGJA — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta pengelola destinasi wisata di provinsi ini melakukan kajian risiko dan ancaman bencana.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana, mengatakan kajian tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko bencana di destinasi wisata tersebut. BPBD DIY telah berkoordinasi dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY untuk memberikan edukasi terhadap pengelola tur dan objek wisata.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

“Mestinya ada kajian, ancamannya apa, potensi bahayanya apa. Di perbukitan mestinya ada kajian longsor, di pantai ada kajian abrasi atau tsunami. Kemudian ada rencana kontingensinya, ada titik evakuasinya di mana, kemudian ada satgasnya,” ucapnya, Selasa (4/3/2023), seperti diberitakan Harianjogja.com.

BPBD DIY akan memberikan edukasi atau pembekalan terhadap pengelola tur dan objek wisata, terutama pramuwisata yang mengantarkan wisatawan.

“Ketika dia mengantarkan wisatawan, tidak hanya apa yang bisa diamati, tapi juga safety briefing,” katanya.

Berdasarkan catatan BPBD DIY, ada 1.817 bencana di provinsi ini selama 2022. Bencana tersebut meliputi 147 angin kencang, 707 longsor, 114 kebakaran, 74 banjir, 771 gempa bumi baik yang terasa maupun tidak, dua erupsi gunung api, dan pandemi.

Sebelumnya, Koordinator Program Studi Magister Manajemen Bencana UPN Veteran, Eko Teguh Paripurno, menyebut banyak objek wisata di DIY berada di kawasan rawan bencana. Parahnya, tempat-tempat tersebut justru minim penanganan ketika sewaktu-waktu terjadi bencana baik tanah longsor, luapan air sungai, erupsi Gunung Merapi, maupun saat terjadi gelombang tinggi air laut.

Di Bantul, Eko menyebutkan sejumlah objek wisata yang rawan becana longsor ada di kawasan Mangunan, Kapanewon Dlingo, dan sekitarnya karena berada di kawasan tebing yang membahayakan. Kemudian kawasan Bukit Bintang atau perbatasan Bantul dan Gunungkidul yang berlokasi di Kapanewon Piyungan.

Di Sleman ada di kawasan lereng Merapi dan wisata di sempadan sungai di Sleman, Bantul, Kota, dan Gunungkidul. Menurutnya, pengelola wisata juga tidak memiliki pengetahuan dan penanganan keselamatan bagi pengunjung ketika terjadi bencana. Kondisi itu diperparah dengan sikap pemerintah daerah cenderung permisif terhadap kondisi objek wisata yang rawan bencana tersebut.

Sejumlah pembiaran yang terjadi misalnya pembiaran tempat usaha yang tanpa izin, tidak ada semacam punishment ketika investor atau pengelola mengelola wisata, dan selanjutnya tidak memiliki rencana bagaimana penanganan ketika terjadi bencana. Eko menilai kesiapsiagaan bencana di sektor wisata masih lemah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya