SOLOPOS.COM - Rektor UNY, Rochmat Wahab (JIBI/Harian Jogja/Endro Guntoro)

Rektor berbicara dari UNY.

Harianjogja.com, SLEMAN — Sebagai seorang pemimpin, Prof. Rochmat Wahab ternyata sudah menempa kemandirian dan jiwa kepemimpinan sejak ia masih kecil.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Rochmat, yang kita kenal sebagai rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu adalah lelaki kelahiran Jombang, yang dekat dengan suasana kehidupan para santri. Saat ditemui pada Rabu (29/6/2016) mengungkapkan pengalaman mengena dalam hidupnya dimulai sejak ia masih kecil. Rochmat cilik adalah Rochmat yang harus berjibaku dengan kerasnya hidup dengan mencari uang, padahal di waktu yang sama ia harus menjalankan tugasnya dengan baik sebagai siswa Sekolah Dasar (SD).

Lulusan Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 Tahun Pancasila, Jombang itu berusaha keras untuk membiayai sekolahnya sendiri. Biaya ujian ketika sekolah ia juga yang harus menanggungnya dengan cara berjualan, dan membantu orang tua bekerja di sawah. Begitu pula ketika ia beranjak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

“Keluarga saya bukan orang berpunya, kakak saya sekolah tidak sampai lulus SD, adik saya hanya sampai SMP, tapi saya bisa sampai doktor,” kata Rochmat yang sempat menjadi tenaga pengajar di sebuah Madrasah Ibtidaiyah itu.

Di tengah kesibukannya, Rochmat masih bekerja memberikan tambahan pelajaran kepada anak-anak, dan mengajar mengaji. Ia sendiri, menggunakan uang yang ia dapatkan dari hasil mengajar untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris, untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Inggris.

Lelaki yang menyelesaikan Pendidikan Guru Agama empat tahun dan Pendidikan Guru Agama Negeri selama enam tahun itu melihat pendidikan adalah suatu hal yang amat berharga bagi seseorang. Pada hakikatnya, pendidikan adalah upaya peningkatan derajat seseorang. Agar derajatnya meningkat, maka seseorang harus belajar sebaik mungkin.

“Kalau tidak meningkat berarti patut dipertanyakan. Itu bukan pendidikan yang salah, tapi orang yang berproses dalam pendidikan itu,” kata dia.

Membaca Menambah Pengalaman

Lelaki yang juga pernah mengenyam pendidikan di Curriculum and Instruction for Elementary Education, University of Iowa, Amerika Serikat itu mengatakan, membaca adalah aktivitas yang ia pilih untuk mengisi waktu luang. Bukan membaca buku bacaan yang bertema fiksi, melainkan buku-buku ilmiah dan berasal dari beragam tema seperti pendidikan, manajemen, biografi tokoh, sosial, ekonomi, hingga teknologi.

Meski demikian ia tidak memiliki penulis favorit. Hanya saja memang ia kerap membawa buku-buku terbitan dari luar negeri sebagai buah tangan, apabila ia berkunjung ke suatu negara, setidaknya empat sampai lima buah buku.

“Dari membaca kita bisa menambah pengalaman. Pengalaman bukan hanya bisa kita dapatkan sendiri, melainkan kita juga bisa mengetahui pengalaman orang lain, kemudian mengolahnya,” ujarnya.

Tepat di belakang kursi, di ruang kerja Rochmat di gedung rektorat UNY, berjajar puluhan koleksi miliknya. Namun ketika beranjak ke sebelah utara, ratusan eksemplar buku dengan judul berbeda-beda, terpampang di sana. Buku bukan sekedar bacaan bagi alumnus Strata Tiga Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia itu. Tak jarang buku menjadi referensi bagi Rochmat dalam memberikan materi akademik bagi mahasiswa, juga memberikan sambutan dalam sebuah acara. Isi buku membantunya pula dalam memberikan rujukan dalam memimpin universitas yang memiliki kampus terpadu di Jalan Karangmalang itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya