Jogja
Selasa, 20 Oktober 2015 - 21:20 WIB

RUMAH MURAH : Rumah Bersubsidi di Jogja Tak Diminati

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perumahan (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Rumah murah bersubsidi di Jogja tak digemari

Harianjogja.com, JOGJA—Beberapa persoalan terkait rumah murah atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) membuat pengembang yang tergabung dalam DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY tidak tertarik untuk membangun rumah bersubsidi itu pada 2015.

Advertisement

Ketua DPD REI DIY Nur Andi Wijayanto mengungkapkan, pada 2014 ada dua anggota REI yang ikut menyalurkan rumah FLPP. Saat itu, DPD REI DIY hanya mampu menyediakan 600 unit rumah FLPP dari total penyediaan rumah sebanyak 2.950 unit rumah.

“Kecil sekali. Rumah FLPP yang kami bangun hanya seperlima. Ini juga menjadi kritik untuk kami sendiri,” ujar dia kepada Harian Jogja ketika ditemui di Kantor DPD REI DIY, Timoho, Jogja, Jumat (16/10/2015).

Advertisement

“Kecil sekali. Rumah FLPP yang kami bangun hanya seperlima. Ini juga menjadi kritik untuk kami sendiri,” ujar dia kepada Harian Jogja ketika ditemui di Kantor DPD REI DIY, Timoho, Jogja, Jumat (16/10/2015).

Andi menjelaskan, ada beberapa hal yang membuat FLPP tidak digemari. Pertama, ada beberapa insentif dari pemerintah seperti Prasarana dan Sarana Dasar Pekerjaan Umum (PSDPU) yang ternyata tidak selancar yang dibayangkan.

Bahkan, ada yang belum terealisasi sampai saat ini. Padahal, PSDPU sangat penting untuk menekan harga sehingga bisa menjadi rumah murah.

Advertisement

“Harapannya, FLPP cepat cair sehingga kas cepat kembali. Hal itu menjadi kendala sehingga pengembang dari REI DIY minta izin dulu untuk tidak menyuplai dulu karena tidak kuat. Lahannya ada, tapi untuk rumah reguler dahulu. Tahun depan sepertinya juga belum,” ujar dia.

Persoalan menyangkut FLPP dinilai seperti gunung es. Andi menyebutkan, persoalan yang terlihat tidak seberapa dibandingkan problem yang lebih substansial.

FLPP merupakan rumah terjangkau di mana harus memenuhi dua unsur yakni tanah dan fisik bangunan. Kedua unsur itu harus terpenuhi syarat kemurahannya. Bangunan yang terpenuhi syarat kemurahan buak berarti tidak aman dan tidak layak kosntruksi tapi direpresentasikan dengan kualitas material, misalnya jika rumah reguler menggunakan keramik ukuran 50 cm x 50 cm, FLPP memakai ukuran 30 cm x 30 cm.

Advertisement

“Untuk bangunan, hal itu bisa dicari jalan keluarnya. Yang paling sulit adalah tanah.  Tanah mengambil 50 persen sendiri dari total biaya pembangunan,” ungkap dia.

Ia menjelaskan, hampir separuh lebih energi pengembang dihabiskan di sisi tanah untuk menyuplai rumah murah. Jika harga tanah tidak dikendalikan akan sangat berat bagi pengembang untuk merealisasikan rumah murah.

Ada beberapa hal yang membuat harga tanah di DIY tidak bisa murah misalnya, luas lahan yang terbatas dan permintaan tinggi. Namun, REI DIY memiliki pandangan lain yakni karena konsentrasi pertumbuhan permukiman hanya di tiga wilayah yakni Sleman, Jogja, dan Bantul sehingga densitas atau kepadatan hanya membebani ketiga wilayah itu.

Advertisement

“Tapi wajar terjadi karena tiga daerah tersebut memiliki infrastruktur utama yang mendukung di tiga wilayah itu. Misalnya kesehatan, pendidikan, pusat perniagaan. Distribusi fasilitas harus ditingkatkan sehingga konsentrasi penduduk tersebar,”  ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif