SOLOPOS.COM - Suasana Rusunawa Karangrejek, Wonosari, Jumat (26/1/2018). (Harian Jogja/Herlambang Jati Kusumo)

Keterbatasan dan mahalnya harga tanah memicu tren rumah vertikal.

Harianjogja.com, JOGJA–Jumlah rumah di DIY belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat menurut survei nasional yang dilakukan pemerintah. Ke depan, tren hunian vertikal diyakini bakal booming di Jogja.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Tahun 2016, backlog (kekurangan rumah) kepemilikan di DIY sebanyak 252.753 unit. Sedangkan backlog penghunian sejumlah 88.568 unit.

Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY Rama Adyaksa Pradipta  menyampaikan tahun ini pihaknya berencana membuat rumah sebanyak 3.500 unit. Ia menyatakan, jumlah itu sama sekali belum bisa memenuhi kebutuhan, karena 90% diantaranya diperuntukkan bagi kelas menengah ke atas.

“Sementara yang banyak jumlah kebutuhannya adalah rumah untuk kelas menengah ke bawah. Dan itu belum bisa kami suplai karena keterbatasan lahan dan tingginya harga lahan,” katanya. Rama menyatakan jawaban dari masih kurangnya ketersedian rumah adalah dengan membangun hunian vertikal. Jika semua tempat tinggal dibangun dengan konsep rumah tapak semua, lama-kelamaan lahannya tidak akan cukup. Harga tanah pun juga akan terus merangkak naik. Masyarakat akhirnya semakin kesulitan mengakses hunian.

Jika hunian dibangun vertikal, sambungnya, maka jumlah papan yang dibangun bisa lebih banyak, tanpa membutuhkan lahan yang luas. Namun, masyarakat masih berpikiran memiliki rumah itu harus punya halaman dan sebagainya.

“Harus dilakukan edukasi secara terus menerus kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman bahwa rumah tapak itu bukan waktunya lagi,” tambah Rama. DPR REI DIY, lanjutnya, sudah mulai mengembangkan hunian vertikal, tapi kebanyakan masih diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah atas.

Kepala Bidang Perumahan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) DIY Birowo mengatakan tren ke depan adalah hunian vertikal mengingat lahan yang semakin terbatas di Jogja. Tapi, menurutnya, hunian vertikal selama ini memang lebih banyak diperuntukkan bagi kelas menengah ke atas. Sementara untuk MBR [masyarakat berpenghasilan rendah] adalah Rusunawa, dan itupun tidak semuanya betah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya