SOLOPOS.COM - Massa Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta (Makaryo) menutup mulut mereka dengan lakban saat menggelar aksi diam di depan kantor Gubernur DIY di jalan Malioboro, Yogyakarta, Selasa (16/05/2017).(Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta [Makaryo] melakukan aksi diam di depan Kantor Gubernur DIY

 

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

Harianjogja.com,JOGJA –Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta [Makaryo] melakukan aksi diam di depan Kantor Gubernur DIY, Selasa (16/5/2017).

Dengan mulut tertutup lakban, mereka menuntut pemerintah dan kepolisian agar segera menindak pelaku pembubaran pameran lukisan tribute to Wiji Tukul.

Kordinator aksi, Tri Wahyu mengatakan pembubaran pameran lukisan tribute to Wiji Tukul yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila pada 8 Mei 2017 merupakan tindak inkonstitusional karena PP tidak berhak membubarkan dan menanyakan izin penyelenggaran sebuah acara.

Apalagi, tambahnya, PP sudah melakukan kekerasan fisik berupa penyikutan, pencekikan, dan pengambilan paksa sebagian lukisan tanpa izin.

“Yang berhak mempertanyakan hal seperti itu hanya kepolisian. Negara tidak boleh membiarkan ormas bertindak seakan-akan mereka penegak hukum. Kalau semua ini dibiarkan oleh pemerintah, akan sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi kedepannya,” jelas Tri, di sela kegiatan.

Tri mendesak Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang bertanggung jawab dalam perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM sesuai amanat Pasal 71 dan 72 UU HAM 39 Tahun 1999, agar tidak menjadi pelindung kelompok yang mengedepankan kekerasan.

“Informasi yang masuk ke kami, foto profil ketua PP Bantul, Faried Jayen, menampilkan dirinya sedang melakukan salam komando dengan Gubernur DIY. Ini kan bisa dimaknai macam-macam oleh masyarakat,” katanya.

Ia juga mendesak Kapolda DIY, supaya segera menangkap dan memproses hukum pelaku pembubaran pameran lukisan tribute to Wiji Tukul.

Sementara itu, Aktivis Elanto Wijoyo yang juga ikut dalam aksi menilai tindakan kekerasan dan intoleransi yang kerap terjadi di DIY disebabkan oleh ketidakhadiran pemerintah dan aparat. Ia mengatakan pemerintah dan aparat gagal dalam menunjukkan kewenangan penertiban hanya ada di pundak mereka.

Sebagaimana yang diketahui, pameran seni tentang aktivis yang diduga dihilangkan pemerintah orde baru, Wiji Thukul, dibubarkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Pemuda Pancasila pada Senin, 8 Mei 2017. Karya seni Andreas Iswinarto bertema `Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa` yang rencananya dipamerkan pada 8-11 Mei itu dianggap bermuatan komunis.

Kasi Pembinaan, pengawasan, dan penyuluhan bidang penegakan perundang-undangan Satpol PP DIY, Nur Hidayat yang menerima para peserta aksi untuk beraudiensi mengatakan akan segera melaporkan tuntutan Makaryo kepada Gubernur. “Akan saya sampaikan segera ke atasan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya