SOLOPOS.COM - Cahya Adi Prayoga, siswa kelas III MI Muhammadiyah Banjarejo, Tanjungsari ketika tampil mendalang di hadapan kawan-kawannya. (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Sekolah Gunungkidul di MI Muhammadiyah 1 Banjarejo sebagian telah rusak, tetapi siswanya tak pernah putus asa untuk belajar.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Murid-murid di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah 1 Banjarejo, Tanjungsari memiliki cita-cita yang amat besar, meski sekolah mereka kecil dan mayoritas bagian bangunannya sudah rusak.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Sekolah yang berada di tengah pemukiman tersebut kondisinya sangat memprihatinkan. Bangunan sekolah itu dibangun pada 1987. Hingga kini masih belum banyak yang berubah dari bentuknya. Hanya saja kondisinya yang mulai rusak, bisa saja sewaktu-waktu membahayakan murid dan siswa.

Dari tujuh ruangan, hanya ada tiga ruangan yang kondisinya cukup baik. Tiga ruangan tersebut yakni ruang kelas V, kelas VI serta ruang kepala sekolah dan guru. Sementara empat di antaranya mengalami kerusakan cukup parah.

Kayu-kayu penyangga atap mulai rusak dan kondisinya miring, tak hanya itu, sekolah terpaksa memasang tiang penyangga darurat sebanyak tiga buah. Berbahan potongan cabang kayu seadanya. Lantai di ruang kelas III yang terbuat dari ubin nampak mengelupas sampai terlihat tanahnya. Sementara dinding penyekat yang memisahkan ruangan kelas yang hanya berupa tripleks berada dalam keadaan miring dan bisa roboh sewaktu-waktu.

Kepala Sekolah MI Muhammadiyah I Banjarejo, Heri Mustofa mengaku tidak bisa berbuat banyak. Usaha sekolah untuk mengajukan proposal pembangunan ke Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gunungkidul belum membuahkan hasil. Hingga saat ini usulan tersebut belum mendapatkan respons sehingga mau tidak mau kegiatan belajar dilaksanakan di ruangan yang ada.

Kondisi sekolah yang membahayakan keselamatan siswa itu bukan hanya disampaikan para guru. Melainkan juga oleh wali murid.
Namun karena keterbatasan anggaran, renovasi ruangan kelas hingga saat ini belum bisa dilaksanakan. Baru ada dua kelas yang direnovasi. Bahkan, lelaki yang berstatus Guru Tidak Tetap itu mengungkapkan, minimnya anggaran sampai membuat para guru terpaksa harus patungan untuk membeli keperluan kegiatan belajar.

Dengan kondisi ini, Heri hanya bisa berharap usulan renovasi yang pernah diajukan oleh pihak sekolah segera mendapatkan tanggapan dari Kemenag. Sebab, keselamatan para siswa menjadi taruhan karena kondisi kayu penyangganya sudah benar-benar rusak.

“Kami lebih mementingkan keselamatan para murid daripada keselamatan sendiri. Namun demikian, kami tetap tidak bisa menjaminnya kalau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan,” tuturnya, akhir pekan lalu.

Namun, para murid tetap terlihat begitu ceria, menjalankan kegiatan belajar mengajar sebagaimana hari yang biasa dilalui. Seberkas harapan justru nampak dari mereka. Misalnya saja pada diri Cahya Adi Prayoga, siswa kelas III. Si pipi tembem ini ingin menjadi seorang dalang. Bahkan ia memiliki dalang idola, Ki Timbul Hadi Prayitno.

“Wayang adalah salah satu budaya Jawa, dan saya ingin melestarikannya,” ungkap si kecil yang mengaku sempat beberapa kali unjuk kebolehan mendalang dalam pentas belum lama ini.

Ia belajar mendalang secara otodidak, video maupun kaset menjadi bekalnya belajar. Salah satu kisah yang dikuasai Cahya adalah Ramayana.

“Kisahnya itu Rahwana dari Alengka menjajah Pancawati, seperti Belanda menjajah Indonesia. Tapi mendalang itu, yang susah adalah menyanyinya [menembang],” tuturnya.

Sementara siswa kelas VI, Muhammad Beni Saputra, memiliki cita-cita menjadi seorang pemain bola dalam klub Barcelona. Padahal, ketika ditanya siapa pemain bola idolanya, ia menyebut Irfan Bachdim.

Sedikit berbeda dengan Muhammad Ar Rasyid, yang katanya ingin mengajak ibu dan kakaknya bisa naik pesawat terbang keliling dunia dengan gratis.

“Saya jadi pilot pesawatnya nanti. Saya sangat ingin ke Inggris,” ucap Rasyid, siswa kelas II di sekolah itu.

Mereka semua berharap, secara perlahan, cepat atau lambat, sekolah mereka bisa diperbaiki, bukan hanya bangunan kelas V dan VI, melainkan semuanya. Agar bisa belajar dengan tenang, tanpa takut bila tiba-tiba kelas roboh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya