Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Ketua Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI) Gunungkidul Ngatini mengungkapkan kesetaraan pendidikan untuk kaum disabilitas belum berjalan optimal. Dari ratusan sekolah inklusi yang ada, baru dua yang sudah menjalankan.
“Baru Sekolah Dasar Negeri 3 Karangmojo dan Sekolah Menengah Pertama Ekakapti Karangmojo,” ungkap Ngatini di sela-sela acara advokasi pendidikan inklusi yang menyeluruh di Gedung Legium Veteran Republik Indonesia Cabang Gunungkidul, Desa Siyono, Kecamatan Playen, Rabu (5/2/2014).
Gunungkidul padahal memiliki 243 sekolah inklusi yang sudah mendapat Surat Keputusan Bupati Gunungkidul, mulai dari sekolah dasar sampai menengah atas. Akibat belum optimalnya penerapan sekolah inklusi di Gunungkidul, kaum disabilitas belum sepenuhnya bisa mengakses pendidikan umum.
Ketua Organisasi Sosial Penyandang Cacat (OSPC) Gunungkidul Yuniarto menambahkan belum berjalannya pemerataan pendidikan karena minimnya sosialisasi.
Diperlukan peran dari orangtua penyandang disabilitas, anak berkebutuhan khusus, penyelenggara pendidikan dan pemerintah untuk menyamakan persepsi, saat ini semua sekolah sama, tidak ada yang membeda-bedakan.
Meski belum bisa merinci data penyandang diasabilitas di Gunungkidul namun menurnya ada sekitar 8.000 orang yang sebagian besar anak usia sekolah. Mereka sebagian besar masih terpaku pada sekolah luar biasa.
“Forum advokasi merumuskan rekomendasi untuk pemerintah dan penyelenggara pendidikan soal sekolah inklusi,” ucapnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gunungkidul Sugiyanto mengakui sekolah inklusi belum berjalan optimal dan Disdikpora terus berupaya agar kesetaraan pendidikan berjalan dengan baik.