SOLOPOS.COM - Salah satu titik selokan mataram yang kering kerontang di kawasan Purwomartani, Kalasan, Sleman.(Harian Jogja-Sunartono)

Selokan mataram di Sleman semakin menyusut debitnya, bahkan di hilir sudah kering

Harianjogja.com, SLEMAN – Debit air saluran irigasi selokan mataram mengalami penyusutan drastis selama bulan terakhir. Hasil penghitungan petugas, tersisa 9.000 liter/detik tercatat sejak Jumat (16/10/2015) pekan lalu.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Ketiadaan pintu pengatur air di antara selokan sepanjang 31 kilometer itu membuat air tidak bisa dihemat sehingga banyak petani yang membendung secara ilegal.

Suparno Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Operasi dan Pemeliharan, Sumber Daya Air (SDA) III wilayah DIY, Ditjen SDA Kementerian Pekerjaan Umum menegaskan terjadinya penurunan debit air selokan mataram. Stok air dari bendung Karangtalun, Ngluwar, Magelang telah seluruhnya turun ke jaringan induk atau titik nol selokan mataram sebagai hulu selokan.

Air yang berada di selokan setelah dihitung hingga pekan lalu debitnya tersisa 9.967 liter/detik. Akibatnya sepanjang 31 kilometer selokan mataram tidak seluruhnya terisi air. Selokan mulai kering dari kawasan perbatasan Kecamatan Depok dan Kalasan, Sleman hingga ke timur ke hilir selokan berdekatan Sungai Opak.

“Data pengukuran kami pekan lalu tersisa sekitar 9.000 liter/detik. Mungkin pekan ini bisa turun lagi. Stok di bendung semua sudah turun, yang di hilir sudah kering malahan,” ungkapnya saat ditemui Harian Jogja, di kantornya, Jalan Solo, Janti, Depok, Sleman, Kamis (22/10/2015).

Meski belum membandingkan dengan data tahun sebelumnya, tetapi penurunan debit air selokan mataram tahun ini cenderung drastis. Kondisi itu tak lepas dari panjangnya musim kemarau, sementara ada ribuan petani yang memanfaatkan selokan tersebut. Pada posisi normal, lanjut Parno, debit air selokan mataram berkisar antara 15.000 hingga 20.000 liter/detik.

Penurunan debit air itu membuat banyak petani yang membendung selokan seperti dilakukan Yanto, anggota kelompok tani ikan Pringwulung, Caturtunggal, Depok, Sleman. Ia mengaku membendung selokan memakai anyaman bambu agar dapat mensuplai air di kolam ikan milik kelompoknya. “Kalau tidak dibendung, nanti airnya tidak bisa dialirkan,” ungkap dia.

Sebagai pejabat yang bertugas memelihara selokan, Suparno tidak bisa melarang petani yang membendung selokan mataram meski tanpa izin. Sejumlah petani ada yang memanfaatkan air secara resmi melalui sejumlah pintu sadap air. Itupun saat ini sudah tak bisa dialirkan secara maksimal karena posisi air berada di titik relatif rendah.

Suparno menambahkan, penghematan air selokan sebenarnya bisa dilakukan melalui redesain pintu pengatur air. Sehingga air tak terbuang sia-sia sampai ke hilir. Tetapi sayangnya, selokan yang melintasi sembilan sungai besar dan 15 sungai kecil itu tidak memiliki pintu pengatur air.

“Tidak ada pintu pengatur air, jadi airnya lari terus. Karena awalnya memang sebagai suplai sungai saja. Tapi itu bisa diredesain,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya