SOLOPOS.COM - Ilustrasi upacara pemecatan polisi. (JIBI/Solopos/Dok.)

Harianjogja.com, SLEMAN—Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Polres Sleman merekomendasikan Pecat Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Briptu Hardani, anggota Polsek Kalasan, Sleman.

Sidang digelar Rabu (18/6/2014) di Lapas Wirogunan, Kota Jogja, tempat Hardani ditahan atas kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Sidang KKEP dipimpin oleh Wakapolres Sleman, Kompol Angling Guntoro.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sebelumnya Hardani divonis hukuman seumur hidup oleh PN Sleman. Kejari Sleman kemudian mengajukan kasasi ke MA. Saat turun putusan, Ketua Majelis Hakim MA, Artidjo Alkostar memvonis mati warga Selomartani, Kalasan itu dalam salinan putusan nomor 400/K/Pid/2014.

Kapolres Sleman, AKBP Ihsan Amin menjelaskan hasil sidang KKEP memutuskan bahwa Hardani divonis PTDH atas tindak pidana yang diperbuat. Hal sesuai dengan aturan di lingkungan Polri. Aturan yang menjadi landasan yakni Peraturan Kapolri Nomor 19 tahun 2012 tentang susunan organisasi dan tata kerja komisi kode etik kepolisian negara RI. Serta PP 1/2013 tentang pemberhentian anggota Polri.

Hardani dinilai terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan dan pemerkosaan, sehingga keputusan pemecatan tidak dengan hormat bisa langsung mendarat kepada Briptu Hardani.

“Sidang berlangsung di Lapas Wirogunan karena kebetulan ditahan di Lapas tersebut, sidang KKEP dipimpin langsung oleh Wakapolres Angling Guntoro,” kata Ihsan Amin, Kamis (19/6/2014).

Beberapa syaratnya PTDH antara lain, anggota yang divonis penjara maksimal empat tahun sesuai dengan pasal yang dilanggarnya atau sekurang-kurangnya enam bulan penjara. Hardani yang dijatuhi vonis mati oleh MA menguatkan untuk di-PTDH. Meski demikian Ihsan belum mendapatkan komunikasi apakah Hardani akan mengajukan banding atau tidak.

Dampak dari PTDH itu, Hardani tak mendapatkan uang pensiun. Sejak ditahan pada 2013, Hardani tidak mendapatkan gaji secara utuh yakni hanya menerima 75% yang terdiri tunjangan anak, istri dan lainnya. Sedangkan 25% seperti tunjangan jabatan, renumerasi dan sejenisnya dihapus oleh juru bayar institusi yang menaunginya.

Ihsan menambahkan, beberapa bulan sebelum divonis mati oleh MA, Hardani sempat mengajukan pensiun dini kepada Polres Sleman dan Polda DIY. Meski demikian karena beratnya kasus tersebut Polda DIY tidak mengabulkan. “Iya sempat mengajukan pensiun dini tapi tidak disetujui Polda, tentu Polda memiliki pertimbangan tersendiri,” ungkapnya.

Bersama lima terpidana lain, Briptu Hardani terbukti terlibat kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Ria Puspita Restanti, pelajar SMK YPKK Maguwoharjo, Sleman pada April 2013 silam. Jasad korban ditemukan di Bulak Kringinan, Selomartani, Kalasan dalam kondisi hangus dibakar para terpidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya