SOLOPOS.COM - Skip Challenge (Youtube)

sekolah perlu melihat apakah siswa melakukan skip challenge atas kesadaran dan kemauan sendiri atau justru sebagai korban bullying

Harianjogja.com, JOGJA- Psikolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Koentjoro memandang perlu sekolah menyosialisasikan risiko dan bahaya dari “skip challenge” serta menindak para siswanya yang melakukan tantangan berbahaya itu.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

“Tantangan permainan itu berbahaya. Tidak hanya bagi kesehatan tubuh, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis berupa ketagihan melakukan hal serupa secara berulang,” katanya seperti dikutip Antara, Selasa (14/3/2017).

Oleh karena itu, menurut dia, pihak sekolah harus memberikan perhatian serius terhadap aktivitas siswanya di lingkungan sekolah. Hal itu perlu dilakukan karena permainan “skip challenge” berbahaya, apalagi berkali-kali dilakukan.

“Sekolah harus mampu berlaku secara arif menghadapi persoalan ini karena tidak banyak siswa yang mengetahui bahaya dan risiko melakukan ‘skip challenge’,” kata Guru Besar Fakultas Psikologi UGM itu.

Ia mengatakan bahwa sekolah perlu melihat apakah siswa melakukan “skip challenge” atas kesadaran dan kemauan sendiri atau justru sebagai korban “bullying”. Kalau mengarah ke “bullying”, perlu ada langkah-langkah hukum.

“Orang tua juga perli lebih aktif berkomunikasi dengan anak-anaknya. Selain memantau aktivitas anak di lingkungan rumah, orang tua juga memberikan pemahaman kepada anak tentang risiko melakukan aktivitas bahaya, termasuk ‘skip challenge’,” katanya.

Menurut dia, salah satu alasan para remaja mengikuti “skip challenge” karena ingin mencari tantangan. Tantangan ini dilakukan sebagai cara untuk menguji adrenalin.

“Anak-anak dan remaja suka mencoba hal baru dan menantang, termasuk dengan melakukan ‘skip challenge,” kata Koentjoro.

Selain menantang, kata dia, “skip challenge” digunakan remaja sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian. Dengan mengikuti tantangan ini mereka berharap akan mendapatkan pujian, dianggap berani, hebat, dan populer.

“Hal itu bagian dari tren yang tidak akan berlangsung lama. Mereka hanya ikut-ikutan saja agar dianggap keren,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya