Jogja
Kamis, 12 Oktober 2017 - 16:20 WIB

Sleman Miliki 36 Desa Siaga Sehat Jiwa, Seperti Apa?

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang gelandangan [berbaju warna ungu] di halaman kantor Satpol PP Kabupaten Gunungkidul, Senin (9/11/2015). Sesaat sebelum ia dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Grhasia, Pakem, Slemab untuk diassesment. (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Hingga tahun ini, 36 dari 86 desa di Sleman ditetapkan sebagai Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ).

Harianjogja.com, SLEMAN– Hingga tahun ini, 36 dari 86 desa di Sleman ditetapkan sebagai Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). Para kader di DSSJ bertugas untuk mendeteksi gangguan kejiwaan di wilayahnya.

Advertisement

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Nurulhayah mengatakan, DSSJ tersebut terbentuk pertama kali di Desa Selomartani, Kalasan.

Tujuannya agar masyarakat memiliki kesiapsiagaan dalam pengananan masalah kesehatan jiwa. Keberadaan DSSJ tersebut diampu oleh 25 Puskemas di wilayah Sleman.

“Fokus program DSSJ ini untuk melayani pasien, keluarga dan masyarakat. Keberadaan kader salah satunya untuk mengenali gejala kejiwaan yang ada di sekitarnya,” kata Nurul di kantornya, Rabu (11/10/2017).

Advertisement

Puskesmas bersama kader memantau dan menanggulangi pasien agar bisa disembuhkan. Enam bulan pertama, disebut Nurul sebagai fase penting.

Jika selama enam bulan pasien konsisten mendapat perawatan, kemungkinan untuk sembuh bisa terwujud. Sebaliknya jika lebih dari enam bulan belum tertangani pasien sulit untuk disembuhkan.

“Makanya upaya deteksi dini terus kami lakukan bersama para kader. Ini agar pasien bisa tertangani pada enam bula pertama,” katanya.

Advertisement

Dia menjelaskan, keberadaan fasilitas kesehatan di seluruh Puskesmas bertujuan untuk melayani warga yang mengalami gangguan kejiwaan. Kasus terbanyak dialami warga dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah. “Makanya masalah ini bisa dicover dengan BPJS,” katanya.

Untuk menekan kasus gangguan jiwa pemeriksaan dimulai sejak ibu hamil. Para ibu hamil ini mendapat pendampingan dari para psikolog. Begitu juga dengan para remaja.

“Psikolog juga memiliki program parenting untuk mendampingi orangtua menyikapi kenakalan anak-anak,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif