Jogja
Selasa, 23 Januari 2018 - 18:55 WIB

Sudah 2 Bulan Sejak Rumah Terkena Longsor, Warga Tirtonirmolo Ini Tinggal di Musala

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Musala di dusun dongkelan yang longsor, Senin (22/01/2017). (Salsabila Annisa Azmi/JIBI/Harian Jogja)

Longsor susulan setelah Badai Cempaka 28 November 2017 menimpa warga Dusun Dongkelan, Kauman, RT 07, Tirtonirmolo, Kasihan Bantul

 

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL– Longsor susulan setelah Badai Cempaka 28 November 2017 menimpa warga Dusun Dongkelan, Kauman, RT 07, Tirtonirmolo, Kasihan Bantul. Akibatnya satu unit rumah dirobohkan dan satu musala dalam kondisi membahayakan.

Sumarni (50), pemilik rumah tingkat dua yang terdampak longsor mengatakan saat badai cempaka, lantai rumahnya retak dan tanah langsung amblas. Dia dan mendiang suaminya langsung mengungsi di Musala yang terletak persis di samping rumah terdampak.

“Sudah mengajukan berkali-kali ke Pemkab, tetapi gak ada respon, saya dan tiga anak saya sampai sekarang tinggal di musala,” ujar Sumarni, Senin (22/1/2018).

Advertisement

Saat ini rumah Sumarni sudah dirobohkan oleh warga untuk menghindari dampak yang lebih parah akibat beban rumah. Menurut salah satu warga Dusun Dongkelan, Hanuji, longsor yang mengakibatkan musala warga hancur disebabkan karena penanganan pemerintah yang lambat.

Pasalnya sejak badai cempaka, permohonan dana untuk membangun talut permanen tak kunjung digubris. Akibatnya rekahan talut menjalar sampai ke sisi utara dan mengenai talut penopang mushola.

Adik ipar Sumarni, Muhammad Kurnadis (43), mengatakan talut di aliran Sungai Winongo selama ini masih belum permanen. Sejak awal warga bergotong royong membangun talut secara swadaya. Oleh karena itu, kualitas talut pun jadi terbatas. Dia mengatakan karena longsor tersebut, kerugian yang ditimbulkan mencapai 300 juta.

Advertisement

“Pak RT sampai judheg ngajukan dana ke pemkab tapi gak digubris juga. Harapannya ada bantuan untuk membangun talut yang lebih kuat. Karena saya rasa ini masalah karena talut rapuh,” kata Kurnadis.

Sampai saat ini bantuan yang mengalir hanya dua buah terpal dari BPBD Bantul dan lima kantong semen dari Tim SAR Bantul. Warga masih berharap bantuan digelontorkan untuk perbaikan talut. Warga hanya bisa mengambil langkah ke Badan Geologi UGM terkait pengkajian wilayah rawan longsor.

Kepala Pelaksana BPBD Bantul Dwi Daryanto mengatakan bantuan pembangunan talut di seluruh titik longsor Bantul masih menunggu curah hujan reda. Sebab apabila dilakukan penanganan saat curah hujan masih tinggi, dikhawatirkan apa yang sudah dibangun akan rusak kembali.

Sementara untuk anggaran yang digunakan, Dwi mengatakan BPBD Bantul masih mengoptimalkan penggunaan stok anggaran tahun lalu. “Nanti seandainya kurang, akan kami ajukan lagi, kalau berapanya, itu wewenang BKAD,” kata Dwi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif