SOLOPOS.COM - Salah satu proses pembuatan batik sinom parijotho salak di Dusun Plapangan, Pandowoharjo, Sleman. (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, JOGJA- Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan industri batik di daerah itu terus mengalami pertumbuhan dengan jumlah industri mencapai 3.000 IKM, meningkat dari 2013 yang berjumlah 2.980 IKM.

Kepala Bidang Industri, Logam, Sandang, dan Aneka Disperindagkop DIY, Polin W Napitupulu mengatakan pertumbuhan industri kecil menengah (IKM) batik tersebar merata di lima kabupaten/kota di DIY. Bukan hanya mencakup kerajinan batik kain, namun juga berkembang pada media lainnya misalnya kayu,logam, serta berbagai macam souvenir.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

“Industri batik di DIY berkembang karena telah diterapkan dengan menggunakan berbagai media yang bernilai ekonomi, bukan hanya kain saja,” kata dia, Selasa (30/9/2014).

Ia menjelaskan sektor industri batik hingga saat ini menjadi andalan utama dalam peningkatan daya saing IKM di DIY.

Menurut dia, rata-rata IKM batik di DIY mampu memproduksi 20 meter kain per hari, dengan mematok harga Rp250.000-Rp4 juta per lembar untuk batik tulis, dan mulai Rp150.000 per lembar untuk batik cap. Adapun, nilai ekspor batik di DIY rata-rata mengalami peningkatan 5-10 persen setiap tahun.

“Untuk ekspor saat ini lebih ditekankan bagi produksi batik berbahan baku pewarna alam,” kata dia.

Adapun sentra industri batik di DIY saat ini terdapat di Dusun Tancep, Trembowo (Kabupaten Gunungkidul), Imogiri, Pandak (Kabupaten Bantul), Sapon, Gulurejo, Lendah (Kulonprogo), Turi/lereng merapi (Kabupaten Sleman), dan Taman Sari (Kota Jogja).

Sementara itu, menghadapi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, dia menilai, seluruh IKM batik di DIY telah memiliki kesiapan, dengan mengandalkan keunggulan sentuhan dan corak batik yang khas, dan tidak dimiliki negara lain.

Ia mengatakan untuk corak batik, DIY hingga saat ini telah memiliki 400 macam corak batik.

Menurut dia masuknya tekstil bermotif batik dari Tiongkok sebagai konsekuensi dari pasar bebas tidak perlu dianggap sebagai pesaing batik Indonesia karena pada dasarnya memiliki segmen pasar yang berbeda.

“Batik Indonesia memiliki aturan-aturan serta makna filosofis tersendiri yang sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan tekstil kerajinan produksi Tiongkok,” katanya.

Sementara itu, kata dia, dalam upaya mendukung pertumbuhan industri batik di DIY, menurut dia, Disperindagkop DIY terus berupaya memfasilitasi pelatihan batik untuk berbagai kelompok industri rumahan di daerah setempat, serta sosialisasi batik melalui berbagai even.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya