SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS)

Bisa berkumpul dengan segenap keluarga dan sanak saudara kerabat besar menjadi satu kebahagiaan tersendiri dalam menyambut hari raya. Tradisi yang sering disebut syawalan keluarga besar sampai saat ini masih banyak dilestarikan masyarakat Bantul. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Endro Guntoro.

Dewi dan Neni, keduanya mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tidak menyangka mereka berdua ada hubungan darah dari keturunan sesepuhnya trah keluarga besar Arjo Dimejo.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kedua mahasiswa tahun pertama tersebut baru menyadari masih satu kerabat setelah tidak sengaja bertemu dalam satu acara syawalan keluarga besar di Desa Trimulyo Kecamatan Jetis, Rabu (30/7/2014) lalu.

Neni, mahasiswa asal Bandung ini memang baru dua kali mengikuti syawalan dari kerabat almarhum ayahnya setelah sekitar delapan tahun silam absen mudik ke Bantul. Selama lahir dan besar di Bandung, Nani lebih sering mudik ke kerabat besar ibunya. Dan syawalan kali ini sangat mengesankan karena bertemu Dewi teman kuliah seangkatan meskipun berbeda jurusan.

“Kaget bertemu teman seangkatan kuliah. Baru tahu ya saat ketemu pada acara syawalan trah kemarin. Dulu tidak pernah ketemu karena baru dua kali saya ikut acara almarhum bapak. Hanya denger cerita semasa bapak masih hidup,” ujarnya saat ditemui Harianjogja.com belum lama ini.

Dewi teman kuliah Neni pun tidak menyangka teman kuliah yang sering dijumpai dua paralel mata kuliah semester awal masih ada hubungan saudara dari garis kerabat ibu. Kepadanya, ibu Dewi memang pernah bercerita memiliki saudara yang tinggal di Bandung yang lama tidak mengirim kabar.

Terlebih, cerita orang tua Dewi tidak detail menyebut nama panggilan Neni melainkan nama yang lebih akrab dikenal keluarga Arjo Dimejo yakni Puput. “Ya nyesel sih baru tahu sekarang. Tapi senang bisa ketemu saudara lagi dari acara syawalan seperti,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Itulah satu makna pentingnya tradisi syawalan kerabat besar terus dilestarikan masyarakat Bantul sampai saat ini masih berjalan. Trah Arjo Dimejo sesepuh yang telah tutup usia sekitar 15 tahun lalu masih dapat mempertemukan anak, cucu, hingga cicit berkumpul dalam suasana bahagia. Kendati berpisah oleh jarak dan waktu karena tuntutan pekerjaan, trah menjadi satu pengikat keluarga.

Mugiyono, panitia syawalan mengatakan, ajang berkumpul keluarga besar paling efektif ngumpulke balung pisah. “Saya juga baru mengetahui ada keluarga asal Bandung yang kini tinggal indekos di DIY menempuh kuliah,” imbuhnya.

Menurut dia, syawalan trah penting dilaksanakan setiap tahun agar persaudaraan dalam satu keluarga besar bisa diketahui anak cucu sebagai penerusnya.

PNS Pemkab Bantul ini memastikan meskipun syawalan keluarga besar setiap dua tahun dilaksanakan sulit bisa menghadirkan kerabat jauh di perantauan karena kesibukan masing-masing anak, cucu hingga cicit yang terpisah jarak dan tempat kerja. Hanya, bagi trah Arjo ini syawalan keluarga tidak boleh berhenti seberapapun kerabat bisa berkumpul.

Kegiatan syawalan keluarga di Bantul masih akan banyak dijumpai di Bantul pada bulan syawal ke depan. Tidak perlu kemasan mewah untuk menggelar acara syawalan keluarga besar, namun kebersamaan dalam kesederhanaan lebih diutamakan untuk mempertemukan kembali sanak saudara yang berpisah.

Seperti juga terlihat trah Sumarto Pawiro di Panggungharjo, Kecamatan Sewon juga masih melestarikan tradisi syawalan menjadi pertemuan kerabat besar setiap Lebaran tiba.

Kehangatan keluarga berkumpul menjadi kerinduan tersendiri bagi saudara di luar kota untuk menyempatkan mudik Lebaran ke kabupaten berjulukan Projotamansari. “Ramai dan saling mengobati kerinduan,” ujar Triyanto.

Pujiyanto, panitia syawalan Sumarto Pawiro mengaku sangat terkesan syawalan tahun ini digelar seusai Pilpres. Pasalnya, mereka diawal sudah ada sepakat antar anggota trah untuk bersih-bersih gelas dan piring bagi anggota trah yang capresnya kalah.

“Ternyata sportif dan tetap suasananya hangat meski beda pilihan capres,” ungkap pria kelahiran Bantul kini tinggal di Semarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya