SOLOPOS.COM - Rasyid Amrullah/dok

Rasyid Amrullah/dok

Ketegasan korps Bhayangkara dalam proses penegakan hukum kembali diuji. Kali ini, “ujian” muncul saat Muhammad Rasyid Amrullah, putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Putra bungsu petinggi Partai Amanat Nasional (PAN) yang notabene juga besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu terlibat kecelakaan saat mengemudikan mobil BMW X5 bernomor polisi B 272 HR di tol Jagorawi Km 3,500, sekitar Cililitan, Jakarta Timur. Mobil yang dikemudikannya menghantam mobil Daihatsu Luxio F 1622 CY. Akibat kejadian ini dua orang tewas dan tiga lainnya terluka.

Tak seperti layaknya kasus kecelakaan lain yang langsung direspons tegas, kali ini polisi seperti kebingungan. Hingga beberapa saat lamanya setelah kecelakaan, polisi masih bungkam, enggan memberikan keterangan kepada masyarakat melalui pers. Padahal biasanya polisi lantang bicara ketika terjadi kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa. Tanpa menunggu waktu lama, polisi langsung mengumumkan status pengemudi dan menahannya. Tetapi hal itu tak berlaku bagi Muhammad Rasyid Amrullah.

Ketegasan polisi yang biasanya terlihat, seolah sirna. Sejumlah keganjilan juga muncul, mulai dari para petinggi Polri yang enggan memberikan keterangan, sampai lokasi tempat Rasyid dirawat yang sangat dirahasiakan, serta keberadaan mobil BMW yang seolah raib. Ada apa sebenarnya?

Publik memang dibuat bertanya-tanya. Padahal kasus kecelakaan itu jelas terjadi.  Bandingkan dengan kasus kecelakaan maut saat Afriyani Susanti yang mengemudikan Daihatsu Xenia menabrak sembilan pejalan kaki, beberapa waktu lalu. Saat itu, sejumlah petinggi Polri, khususnya yang berada di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri seolah berlomba memberikan keterangan kepada pers.

Kasat Penegakan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Sudarmanto, saat itu langsung mengumumkan status Afriyani Susanti sebagai tersangka. Dia juga secara gamblang pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat Afriyani.

Dalam kasus yang menimpa Rasyid, sejumlah petinggi Polri seolah bermain aman. AKBP Sudarmanto yang saat kasus Afriyani begitu menggebu-gebu memberikan keterangan pers, kali ini pelit bicara. Saat ditanya pers, dia memilih berlindung di balik Pasal 18 Undang-undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik, yakni penyidik tak boleh memberikan informasi secara gamblang saat kasus masih dalam penyidikan. Padahal sebelumnya polisi berjanji tak akan mengistimewakan anak Hatta. Tak pelak, masyarakat menduga ada intervensi dari para petinggi di negeri ini.

Terlepas dari penanganan kasus yang masih terus berjalan, dalam kasus ini, masyarakat hanya berharap polisi bertindak adil, menempatkan semua warga negara dalam posisi yang sama di depan hukum.  Kita ingin siapa saja yang bersalah, baik rakyat biasa maupun anak pejabat, kedudukannya harus sama di hadapan hukum.

Jika memang bersalah harus dihukum. Dalam kasus yang menimpa putra Hatta Rajasa, polisi harus tetap independen dan tak boleh ciut nyali. Ketegasan aparat penegak hukum sangat diharapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya