SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

Lagi-lagi, kekerasan terjadi di tempat hiburan dan menelan korban jiwa. Adalah anggota Komando Pasukan Khusus TNI AD, Sersan Satu  Santoso, 29, yang harus meregang nyawa sia-sia di Hugos Café, Jalan Solo, Sleman Selasa (19/3/2013) dini hari.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Santoso tewas setelah ditusuk dalam sebuah perkelahian dengan sekelompok pengunjung lain. Di tempat yang sama 3,5 bulan lalu Aditiya Bisma, 21, warga Condongcatur, Depok, Sleman juga tewas menyusul keributan antar  pengunjung.

Mengapa sebuah kafe yang semestinya menjadi tempat nongkrong melepas lelah dan tempat menghibur diri justru menjadi ajang pembantaian? Lalu dimana sikap tenggang rasa para pengunjung ketika begitu mudah tersulut emosi lalu dengan mudah mengambil jalan kekerasan dalam menyelesaikan masalah?

Jawaban untuk dua pertanyaan krusial itu akan panjang lebar. Namun, mari coba kita terlebih dahulu mengurai akar masalah mengapa kafe atau tempat hiburan malam justru rentan terhadap aksi kekerasan. Bukankah para pengunjung datang dengan motif yang sama melepaskan penat setelah terjebak dalam rutinitas sehari-hari?

Kafe, bagaimanapun juga memang akrab dengan minuman keras dan memiliki pengunjung berlatar belakang kehidupan yang berbeda. Minuman keras, hampir bisa dipastikan telah memicu orang kehilangan kendali diri. Padahal potensi persinggungan antar sesama pengunjung sangat mudah terjadi.

Bagi para penggila dunia malam, minuman keras maupun konsumsi narkoba adalah sepasang perangkap nyata, kalau tidak boleh disebut sebagai daya tarik. Sangat susah untuk berharap, tercipta sebuah ketenteraman jika dua hal tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari beroperasinya tempat-tempat hiburan malam di seantero Jogja.

Koran ini begitu prihatin dengan lingkaran kekerasan yang berulang terjadi. Terlebih lagi dengan posisi Jogja yang dikenal sebagai kota yang tenteram dan menjadi tujuan banyak orang untuk menenangkan diri, bahkan tempat orang tua mempercayakan pendidikan anak-anak mereka.

Selain menyerukana agar para pengujung tempat hiburan untuk lebih bisa menahan diri, hal yang tak kalah penting harus kita perhatikan adalah mengapa begitu mudahnya senjata tajam dibawa masuk ke dalam kafe? Apa jadinya jika senjata-senjata ini berada di tangan para pengunjung yang mabuk atau datang ke kafe dengan membawa dendam?

Seperti yang dialami Santoso, kendati sebagai anggota Koppasus yang terlatih, dia harus menghadapi keroyokan 4 orang di mana salah satunya adalah seorang mantan polisi. Salah satu pengeroyok, belakangan diketahui dalam kondisi  mabuk.

Dua kejadian tragis di Hugo’s Café dalam waktu yang berdekatan ini mestinya membuat banyak pihak mengevaluasi standard keamanan tempat hiburan. Kendati manajemen Hugo’s berkilah telah melipatgandakan petugas keamanan dari 10 orang menjadi 20 orang sejak kejadian yang menimpa Aditiya, justru membuktikan lemahnya pengamanan yang dilakukan.

Di lain pihak, keterlibatan pihak kepolisian juga penting untuk dioptimalkan guna menekan keributan yang mungkin terjadi. Peredaran minuman keras dan narkoba, juga patur menjadi prioritas penertiban.

Apa yang menimpa Santoso, harus menjadi peristiwa terakhir. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Jangan pernah biarkan kembali jatuh korban yang mati konyol justru saat mereka hendak mencari hiburan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya