SOLOPOS.COM - Ilustrasi batik (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Susahnya sinyal provider telekomunikasi di wilayah Desa Wukirsari, membuat sentra batik Giriloyo tak berkembang pesat

Harianjogja.com, BANTUL--Susahnya sinyal provider telekomunikasi di wilayah Desa Wukirsari, membuat sentra batik Giriloyo tak berkembang pesat. Sebabnya, baik para perajin maupun pemilik showroom kerepotan untuk memasarkan produknya secara daring (dalam jaringan) sesuai tuntutan kemajuan jaman.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Padahal di sentra batik Giriloyo ada 14 kelompok yang masing-masing memiliki sekitar 70 perajin batik. Artinya, sentra batik tersebut menjadi penyumbang ekonomi kerakyatan yang penting di Desa Wukirsari.

Lurah Wukirsari, Bayu Bintoro mengatakan para perajin bahkan harus ke luar dari wilayah padukuhannya untuk sekedar mencari sinyal telekomunikasi. Hal tersebut disebabkan topografi Desa Wukirsari yang dikelilingi pegunungan sehingga sinyal susah masuk.

Hingga kini hanya ada satu menara telekomunikasi yang ada di dusun Nogosari 1 yang belum juga mencukupi kebutuhan masyarakat akan kemudahan berkomunikasi. “Sudah dicek [permasalahannya] oleh pihak perusahaan namun tidak ada tindak lanjut hingga kini,” kata dia kepada Harianjogja.com, Rabu (26/4/2017).

Menurut Bayu, Pemdes sudah mengupayakan untuk mengatasi masalah ini denan menyediakan semacam tower untuk wifi gratis yang dapat diakses oleh masyarakat yang terletak di dusun Cengkehan. Namun hanya bertahan selama empat tahun saja dari 2011-2015 karena beberapa kendala. Salah satunya karena biaya pemeliharaan yang cukup mahal.

“Itu juga hanya bisa pakai laptop, padahal sekarang masyarakat kan sudah menggunakan handphone yang bisa dibawa kemana-mana,” ujar dia.

Menurutnya, pada 2014 Pemdes juga sudah mengajukan proposal ke dua perusahaan provider telekomunikasi namun hingga kini belum ada kabar. Padahal Pemdes sudah bersedia untuk mencarikan lahan jika memang sudah ada perencanaan pembangunan menara telekomunikasi tersebut.

Kendala berdirinya menara telekomunikasi juga terkait dengan perijinan. Sebab, pasca terungkapnya 246 unit menara telekomunikasi tak berizin, pembahasan Raperda Menara Telekomunikasi ditunda.

Wakil Ketua Pansus Raperda Menara Telekomunikasi Wildan Nafis mengatakan penundaan itu disebabkan adanya beberapa klausa pasal yang belum masuk dalam draf raperda.

Salah satunya terkait dengan keterlibatan warga terdampak menara telekomunikasi yang belum tercantum. “Kami merasa pasal itu sangat penting. Jadi perlu untuk dimasukkan,” kata dia.

Terlebih dengan rencana pencabutan beberapa prosedur perizinan oleh pemerintah pusat, salah satunya izin gangguan. Menurut Wilda , pencantuman pasal keterlibatan warga terdampak itu menjadi sangat penting.

Pihaknya khawatir, jika dalam perda baru itu tak dicantumkan perihal tersebut, para pengusaha pemilik menara akan dengan mudah mempermainkan syarat perizinan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya