SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Harianjogja.com, KULONPROGO—Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki persoalan pembangunan pabrik pengolahan pasir besi yang diprakarsai PT Jogja Magasa Iron (JMI).

Berkas yang berisi surat tuntutan disertai dengan lampiran pemberitaan serta isi surat perjanjian lahan garapan antara warga Desa Karangwuni, Kecamatan Wates dengan PT JMI telah dikirimkan melalui pos, Selasa (25/3/2014).

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Tidak hanya itu, PPLP juga mengirimkan surat permohonan penyelidikan terkait dengan proses pembebasan lahan dan dampak yang ditimbulkan dari keberadaan pabrik pengolahan pasir besi kepada sembilan instansi lainnya, yakni, Komnas HAM, Kementerian Lingkungan Hidup, Komisi III DPR RI, Sektretariat Negara, BPN RI, Kementerian ESDM, DPRD DIY, DPRD Kulonprogo, dan Gubenur DIY.

Humas PPLP Kulonprogo, Widodo, menilai, beberapa pasal dalam perjanjian merugikan petani penggarap lahan karena sama sekali tidak memiliki posisi tawar dan melanggar prinsip keterbukaan. Padahal, ketertutupan informasi berpotensi menimbulkan tindak korupsi.

Diungkapkannya, PPLP telah mengetahui isi surat perjanjian dengan nomor 25/PAG/05/KW/XI/2013/B5 yang ditandatangani oleh PT JMI dan warga yang disaksikan Kabag Hukum Setda Kulonprogo, Heriyanto, Wedono Keprajan Kadipaten Pakualaman Ngayogyakarta, Bayudono, Kepala Desa Karangwuni, Sutarman, dan Karwa Aziz Purwanto yang mengatasnamakan Tim Karangwuni.

Dalam pemberitaan sebelumnya, PPLP Kulonprogo sempat meminta Sekda Kulonprogo untuk memberitahukan isi surat perjanjian, akan tetapi hal itu tidak dikabulkan karena Sekda tidak tahu menahu soal isi surat perjanjian dan tidak memiliki kewenangan memberitahukan isi surat perjanjian tersebut.

“Kami sudah mengetahui isi surat perjanjian, tapi tidak akan memberitahukan dari mana surat perjanjian ini kami dapatkan,” tukasnya dalam jumpa wartawan, Selasa (25/3/2014).

Ia mencontohkan, pasal enam yang berisi tentang petani penggarap akan berpartisipasi bersama penduduk desa Karangwuni lainnya untuk mengamankan lokasi pembangunan pabrik konsentrat dan pabrik pig iron yang terintegarasi yang akan didirikan di Desa Karangwuni dan, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprgo, DIY, mengandung unsur paksaan kepada warga desa dan paksaan tersebut dapat berpotensi memicu konflik horizontal.

Belum lagi, imbuh Widodo, pasal tujuh dalam surat perjanjian tersebut yang berisi para pihak akan menjaga dan memperlakukan segala informasi sehubungan dengan perjanjian ini, dan hal-hal yang berhubungan dengan PT JMI secara rahasia selama jangka waktu dua tahun sejak penandatangan perjanjian ini, melanggar prinsip keterbukaan informasi publik.

“Konsekuensi dari perjanjian itu tidak hanya berdampak pada warga Karangwuni tetapi juga warga sekitar, sekaligus menjadi acuan bagi kami untuk tidak akan pernah memberikan tanah kami kepada perusahaan mana pun,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya