SOLOPOS.COM - Warga Purwobinangun, Pakem, menyita sebuah irik (penyaring pasir) yang akan dibawa ke kawasan penambangan, Rabu (18/2/2015). Penyitaan dilakukan di Dusun Candi, Purwobinangun. (JIBI/Harian Jogja/dok. Warga Purwobinangun/Suprapto)

Tambang pasir merapi ilegal terus dilawan warga dengan cara menurunkan paksa material yang diangkut. Sayang ada delapan backhoe yang diduga masih disembunyikan pengelola penambangan pasir, sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan.

Harianjogja.com, SLEMAN—Perlawanan warga terhadap praktik penambangan ilegal di sekitar Kali Boyong di Kecamatan Pakem dan Turi, Sleman, belum selesai. Warga menuntut agar semua alat berat (backhoe) diturunkan dari area penambangan karena keberadaannya merusak lingkungan. Kendati demikian, hingga Kamis (19/2/2015) kemarin, banyak pengelola tambang yang bergeming dan enggan menurunkan alat berat.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Menurut salah satu koordinator aksi, Supraptono, hingga Kamis siang baru sekitar 16 backhoe yang sudah
diturunkan, dari total sebanyak 24 unit backhoe. Penurunan dilakukan pada Selasa (17/2/2015) malam sebanyak 11 unit, Rabu (18/2/2015) sebanyak empat unit dan Kamis pagi satu unit.

Sebanyak delapan backhoe yang belum diturunkan, diduga masih disembunyikan oleh para pengelola
penambangan pasir, sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan. Meski hanya delapan alat berat, tapi itu sudah mampu merusak alam di sekitar Gunung Merapi.

“Kami tetap menuntut semua alat berat diturunkan,” katanya, Kamis (19/2/2015).

Berdasarkan pemantauan warga, delapan unit alat berat itu masing-masing disembunyikan di Karangnongko sebanyak dua unit, di Dusun Ngepring dua unit dan di Kemiri dua unit. Sedangkan dua unit lagi disembunyikan di Dusun Tegalpanggung, Desa Girikerto, Kecamatan Turi. Pihaknya khawatir jika tidak segera diturunkan semua, maka akan kembali digunakan untuk menjarah pasir di lereng Merapi.

Masih akan adanya aktivitas pengerukan pasir itu terbukti dengan adanya sebuah truk yang mengantar irik
(saringan) pasir dari besi, tetapi kemudian diadang warga.

“Saat ini irik alat berat itu masih kami sita, biar diambil sendiri oleh pemiliknya,” ujar dia.

Hingga Kamis siang, masih banyak truk yang berusaha naik mengambil pasir. Kendati demikian, puluhan pemuda desa masih terus berjaga di pertigaan Sudimoro, Purwobinangun, Pakem. Mereka meminta para sopir untuk kembali dan tidak naik untuk mengambil pasir lagi. Jika ditemukan ada truk yang berhasil naik dan kembali
membawa pasir, warga akan menurunkan paksa pasir yang diangkut.

“Kemarin [Rabu 18/2/2015] masih ada truk [yang membawa pasir], terus kami cegat dan pasir langsung kami turunkan di lokasi aksi [pertigaan Candi],” ujarnya.

Menurut Basuki, warga Purwobinangun lainnya, sekitar area penambangan hingga kini masih dijaga oleh sejumlah orang sewaan pemilik tambang. Tidak semua orang dapat masuk ke area tersebut.

Para penambang memang melakukan penambangan di lahan milik warga. Di wilayah Ngepring, kata Basuki, ada tujuh warga yang lahannya dijual untuk dikeruk pasirnya. Kemudian di Tritis terdapat lahan milik lima warga yang juga ditambang dan di Turgo ada satu warga.

“Beli lahannya dengan alasan mau direklamasi, uangnya dari hasil pasir. Biasanya yang punya lahan mendapat jatah Rp10.000 tiap truk, yang punya jalan Rp10.000 per truk dan di jalan sopir juga bayar Rp10.000,” katanya.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya