SOLOPOS.COM - Warga berunjuk rasa menolak penambangan ilegal (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Tambang pasir merapi masih ‘memanas’. Sebab massa dari luar daerah yang pro-penambangan didatangkan ke area tersebut.

Harianjogja.com, SLEMAN – Perwakilan warga Purwobinangun, Supraptono menyatakan hingga Minggu (22/2/2015) situasi di area penambangan relatif kondusif. Dengan masih adanya puluhan petugas kepolisian yang berjaga memberikan kenyamanan bagi warga. Mengingat sebelumnya banyak massa pro-penambangan yang didatangkan dari luar daerah.

Promosi Mi Instan Witan Sulaeman

“Semoga bisa kondusif terus,” ujarnya.

Menurut dia pada hingga Minggu (22/2/2015) pihaknya masih melakukan blokade jalan bagi truk yang akan naik ke area tambang. Sementara jalan akan dibuka pada Selasa (24/2/2015) besok bagi truk yang akan melintas. Itu pun, kata dia, harus dengan pembatasan dan tidak diperkenankan mengambil pasir dari alat berat. Melainkan dari hasil menambang manual yang dilakukan warga.

Salahsatu tokoh masyarakat Purwobinangun, Basuki mengaku mulai merasakan dampak buruh penambangan ilegal. Menurut dia kini terjadi kerusakan lahan produktif. Dari sebelumnya bisa digunakan untuk penanaman pohon dan pakan ternak kini lahan itu banyak yang hilang karena dikeruk alat berat. Bahkan pencanangan penanaman pohon oleh presiden era SBY lalu kini keberadaannya sudah raib digusur alat berat.

Terkait hal itu Parlan berharap, kepada pemerintah dari eksekutif, legislatif dan yudikatif juga NGO, masyarakat dan jurnalis atau media untuk melakukan pengawasan secara independen terhadap pelanggaran penggunaan lahan yang tidak pada peruntukannya itu. Tujuannya agar kasus penambangan ilegal tidak terulang.

“Law enforcement [penegakan hukum] secara independent menjadi mendesak untuk diterapkan dengan melibatkan tim independen,” imbuhnya.

Soal upaya reklamasi, menurut Parlan hal itu boleh-boleh saja. Tetapi harus pada lahan yang ditentukan dengan peta kedalaman dan lebarnya harus jelas. Pemerintah dapat menentukan lahan yang boleh dan tidak ditambang. Kemudian melakukan pengawasan kedalaman tambang dengan dilakukan jangka waktu tertentu.

“Tetapi selama ini faktanya reklamasi di sana dijadikan alat dan kambing hitam untuk melakukan pertambangan. Karena tidak ada kontrol yang jelas dari pemerintah. Reklamasi 75% menjadi kedok untuk pertambangan ilegal,” kata dia. (Baca Juga : TAMBANG PASIR MERAPI : Disebut Merugikan, Ini Bantahan Pengelola)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya