SOLOPOS.COM - PEMANFAATAN SULTAN GROUND YOGYAKARTA

Tanah Kraton dan Paku Alam tidak dapat diperpanjang hak pakai maupun hak guna bangunannya.

Harianjogja.com, JOGJA-Penghageng Panitikismo Kraton, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto mengatakan permohonan kekancingan yang diajukan kepada masyarakat terhenti karena belum ada aturan teknis. Tidak hanya pemohon kekancingan, bahkan masyarakat yang menempati tanah Sultan Ground (SG) dan Paku Alam Ground (PAG) tidak bisa memproses perpanjangan hak pakai maupun hak guna bangunan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Karena Perdaisnya belum ada, jadi pelayanan masyarakat stagnan,” kata Hadiwinoto yang akrab disapa Gusti Hadi di Kantornya, Rabu (16/9/2015). (Baca Juga : TANAH KRATON : Penggunaan SG dan PAG Belum Ada Aturan)

Menurut Hadiwinoto, Perdais Pertanahan itu menjadi landasan Panitikismo untuk memproses kekancingan. Pihaknya sudah tidak mengeluarkan izin kekancingan sejak 2013 lalu. Demikian juga masyarakat, kata dia, tidak bisa memproses perpanjangan hak atas tanah Kraton kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hadiwinoto mengatakan belum dibahasnya Raperdais Pertanahan yang paling dirugikan adalah masyarakat. Sebab, kata dia, sejak disahkannya Undang-Undang Keistimewaan DIY Nomor 13/2012 Kraton dan Pakualaman merupakan subyek hukum atas tanah. “Yang lainnya berarti kan batal demi hukum,” katanya.

Ia juga mensinyalir terjadinya polemik pengguna tanah SG dan PAG karena masyarakat tidak mematuhi aturan. Dalam memproses kekancingan, Hadiwinoto menyatakan pihaknya sudah melalui prosedur yang benar.

Ketika ada masyarakat yang akan menggunakan tanah SG dan PAG terlebih dahulu melayangkan permohonan melalui desa atau kelurahan, atau bisa juga ke Panitikismo langsung. Setelah itu, petugas dari Panitikismo akan melakukan cek lapangan persil yang akan digunakan. Karena dalam satu persil bisa digunakan satu orang atau 10 orang sesuai dengan luasan yang dibutuhkan. “Kalau tidak sesuai ya tidak diijinkan,”

Namun Hadiwinoto juga mengakui dilapangan beredar surat kekancingan yang palsu, yang dikeluarkan mengatasnamakan Kraton, seperti yang terjadi di salah satu wilayah di Gunungkidul.
Ia berharap masyarakat tidak mudah percaya, karena yang asli adalah melalui lembaga resmi Kraton di Panitikismo.

Saat disinggung berapa luasan tanah SG dan PAG di DIY, adik Sultan HB X ini tidak secara tegas menyebutkan. Namun menurutnya hampir semua tanah di DIY adalah SG dan PAG, termasuk semua tanah kas desa. Data itu mengacu pada Rijksbald Kasultanan dan Rijksblad Pakualaman pada 1918 silam. Sejak itu pula semua sudah bersertifikat atasnama Kasulatanan dan Kadipaten.

Data itu diakui Hadiwinoto sudah ada di kantor desa dan kelurahan. “Sampai sekarang Kraton kan masih ada,” kata dia.

Diakui sampai saat ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY belum membahas Raperdais Pertanahan dengan alasan draf pertanahan yang dikirim Pemda DIY belum lengkap, belum mencantumkan data SG dan PAG. “Bagaimana mungkin kami membahas sesuatu yang belum jelas obyek yang dibahasnya,” kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DIY, Zuhrif Hudaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya