Jogja
Kamis, 13 Oktober 2016 - 17:20 WIB

TANAH KRATON : Masyarakat Berhak Tahu Data SG dan PAG

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ratusan penggarap PAG menggelar spanduk berisikan protes akan nominal kompensasi ganti rugi bandara di sisi jalan yang dilalui rombongan Puro Pakualaman dalam upacara labuhan di Pantai Glagah, Rabu (12/10/2016). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Tanah kraton yang menimbulkan polemik di sejumlah daerah, bisa dicari solusi dengan membuka data

Harianjogja.com, JOGJA– Masyarakat DIY berhak mengetahui data Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG) yang ada di DIY, karena data itu bukan informasi yang dikecualikan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Advertisement

Pernyataan Wakil Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) DIY, Dewi Amanatun Suryani ini menanggpi banyaknya konsultasi terkait polemik SG dan PAG di masyarakat.

“Banyak yang konsultasi tapi belum melapor secara resmi dalam sengketa informasi sehingga tidak bisa kami tindaklanjuti,” kata Dewi, saat dihubungi Rabu (12/10/2016).

Dewi mengatakan tidak semua tanah di DIY milik Kasultanan dan Kadipaten, namun ada juga tanah milik masyarakat. Menurut dia, jika masyarakat merasa telah menggarap lahan puluhan tahun bahkan secara turun temurun meski tidak ada sertifikat bisa menelusuri sejarah tanahnya ke desa atau kelurahan.

Advertisement

Selama ini diakui Dewi, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga terbuka. Kraton dan Pakualaman, kata dia, tidak akan mengakui SG dan PAG jika tanah sudah dimiliki masyarakat. Masyarakat berhak mengetahui apakah tanah yang digarapnya itu merupakan SG dan PAG atau bukan.

Bahkan Sultan juga sudah mempersilahkan jika ada warga yang ingin menggugat terkait pendataan SG dan PAG. “Ngarso dalem justeru menurut saya sangat terbuka, minta digugat dari pada warga ngomong di belakang,” ucap Dewi.

Ia mengakui informasi yang disediakan desa dan kelurahan sampai Badan Pertanahan Negara (BPN) sangat minim. Karena itu masyarakat perlu proaktif mencari informasi ke desa atau kelurahan. Jika masyarakat merasa tidak puas dengan informasi yang disampaikan badan publik tersebut, maka bisa diadukan sebagai sengketa informasi.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif