SOLOPOS.COM - Kraton Jogja (JIBI/Harian Jogja/Gigih M. Hanafi)

Tanah kraton di Jogja masih dalam proses verifikasi. Mayoritas tanah kas desa sudah bersertifikat negara

Harianjogja.com, JOGJA-Ketua Paguyuban Perangkat Desa ‘Semar Sembogo’, Sukiman mengatakan mayoritas tanah kas desa di DIY sudah bersertifikat atas nama pemerintah desa diatas tanah negara. Bahkan Sukiman mengaku di desanya di Sidorejo, Godean, Sleman, hampir tidak ada tanah yang bersertifikat berlogo Kraton.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Intinya tanah kami yang di desa ini lebih pada menerima warisan sebelumnya, yang dicatat oleh desa dinamakan tanah kas desa, sertifikatnya gambar garuda,” katanya, saat dihubungi, Kamis (17/9/2015).

Sukiman tidak mengetahui luas tanah kas desa di desanya dan sejak kapan disertifikatkan. Namun dari dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ada 139 sertifikat. Tanah kas desa itu dimanfaatkan untuk bangunan pemerintahan desa, tanah bengkok, pangarem-arem, pasar, lapangan olahraga, dan tanah alas untuk untuk penghasilan desa.

Sampai saat ini diakuinya belum ada pengukuran tanah kas desa di desanya yang dianggap milik Kraton. “Baru ada pendataan sertifikatnya dari pemerintah,” kata Sukiman.

Pernyataan Sukiman ini senada dengan pernyataan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, Zuhrif Hudaya, beberapa waktu lalu. Menurut Zuhrif, hampir semua tanah kas desa sudah berlogo garuda. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun mempertanyakan apakah pendataan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang menjadi tanah kas desa akan mengubah sertifikatnya menjadi sertifikat bergambar Kraton.

Penghageng Panitikismo Kraton, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto mengatakan semua tanah kas desa di DIY adalah milik Kraton. Menurutnya sejarah tanah kas desa dahulu diatur oleh perbekel, seiring waktu karena penduduk semakin banyak perbekel menjadi pamong.

“Karena kepentingannya lebih banyak maka desa diparingi gaduhan tanah lungguh, sebagai gaji. Riwayatnya begitu,” kata Hadiwinoto di kantornya.

Adik Sultan HB X yang biasa disapa Gusti Hadi menjelaskan istilah kas desa muncul tidak tidak lama setelah kemerdekaan, kemudian dibentuk DPRD tingkat III. Karena DPRD III perlu dibiayai maka diberikan hak kas desa. DPRD tingkat III dibubarkan pada1950an.

Namun, tanah kas desa ini tetap menjadi pemasukan desa. Kraton tidak memungut sedikit pun. Sementara ke negara ada pemasukan melalui pajak, pensertifikatan, dan sebagainya.

Gusti Hadi mengakui sebagian besar tanah kas desa bersertifikat negara. Namun ia tidak mempermasalahkannya, dan masyarakat masih tetap bisa memanfaatkan. Tentunya setelah ada kesepakatan nantinya, dan kesepakatan itu dasarnya BPN.

Pihaknya Kraton hanya minta diakui bahwa tanah kas desa merupakan tanah Kraton atau Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG). “Kita hanya minta diakoni haknya sudah cukup. Hanya sebagai ikatan hukum. Dengan pemberian hak secara hukum Kraton diuwongke, dan pemerintah juga dapat hasilnya,” ucap Gusti Hadi.

Ia juga mengimbau masyarakat tetap tenang menempati SG dan PAG, “Jangan bicara hak hakan, mari dirembuk, dicari solusinya. Nek bicara hak hakan bubar.” Tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya